Argentina sudah puasa gelar Copa America selama 20 tahun. Namun, terakhir kali sebagai kampiun, La Albiceleste (Si Putih dan Biru Langit) menjuarai ajang ini dua edisi beruntun, yakni pada 1991 dan 1993.
Salah satu pemain yang membintangi kejuaraan tersebut adalah Gabriel Omar Batistuta.
Bati menjadi pencetak gol terbanyak Copa America 1991 dengan mengukir enam gol.
Ia tidak dapat mengulangi prestasi serupa dua tahun kemudian. Namun, perannya tak kalah krusial.
Total gol Bati di Copa America 1993 cuma tiga gol, tapi dua gol lahir di final guna mengalahkan Meksiko 2-1.
Pada Copa America 1995, Bati kembali menjadi pencetak gol terbanyak turnamen, yakni empat gol.
Hanya, Batistuta tidak mampu membawa Argentina juara, terhenti di perempat final.
Bagaimana dengan level klub? Bati justru kurang sukses saat masih bermain bagi klub-klub Argentina.
Setelah gagal bersinar di Newell’s Old Boys dan River Plate, lalu naik daun di Boca Juniors, Batistuta hijrah ke Italia guna bergabung dengan Fiorentina pada 1991.
Ketertarikan La Viola akan sang striker tak lepas dari performa Batistuta di Copa America 1991.
Di Fiorentina, Batistuta menjelma sebagai penyerang haus gol, seperti yang ia perlihatkan di timnas. Ia pernah menjadi raja gol Serie A 1994/95.
Namun, pencapaian bagus individu tidak menular ke klub Batistuta. Selama hampir 10 tahun di Fiorentina, gelar terbaik Batistuta hanya Coppa Italia 1995/96.
Alasan ingin merasakan titel Serie A membuat Batistuta hijrah ke Roma pada 2000. Impiannya tercapai dengan membantu Roma juara liga 2000/01.
Lepas dari Roma dan sempat dipinjamkan ke Internazionale, karier Batistuta sebagai pesepak bola berakhir di klub Qatar, Al Arabi, pada 2005 dalam usia 36 tahun gara-gara cedera engkel.
Persoalan tersebut memaksa sosok yang semasa aktif bermain dijuluki Batigol ini menghilang dari sepak bola selama bertahun-tahun.
“Hanya dalam semalam setelah memutuskan pensiun, saya tidak dapat berjalan keesokan harinya. Saya terpaksa buang air kecil di tempat tidur padahal jarak ke toilet hanya tiga meter,” kata Bati baru-baru ini kepada Tyc Sports.
“Saat saya berdiri, engkel saya bak ingin membunuh saya. Saya pergi menemui dokter dan meminta untuk mengamputasi kaki sebab saya tidak bisa menahan rasa sakit itu lebih lama lagi,” ucap pria yang akrab dengan rambut panjang saat masih aktif bermain.
Kini, Bati tidak merasakan sakit lagi setelah menjalani perawatan secara intensif.
Ia siap kembali ke sepak bola untuk menjadi pelatih, mencoba peruntungan di Abu Dhabi.
“Ada kesempatan bagi saya untuk melatih di Abu Dhabi. Saya tidak terikat pekerjaan, jadi mengapa tidak? Saya akan mencoba membagi pengalaman saya semasa bermain,” kata Bati.
Editor | : | Theresia Simanjuntak |
Sumber | : | Harian BOLA edisi Selasa (30/6) |
Komentar