League akan kembali mencoba beberapa pemain Indonesia seperti Evan Dimas, Hansamu Yama Pranata, dan Adam Alis Setyano. Apa saja tantangan yang akan mereka hadapi?
Dari beberapa pemain Indonesia yang mencoba peruntungan di Jepang sejak 2013, hanya Irfan Bachdim dan Stefano Lilipaly yang sempat dikontrak klub-klub Jepang.
Namun, mereka sulit mendapat tempat di tim utama. Musim lalu, Irfan Bachdim tak pernah tampil di ajang resmi bersama Ventforet Kofu, sedangkan di musim ini Irfan baru tampil total 70 menit bersama klub Divisi II, Consadole Sapporo.
Lilipaly juga mengalami kondisi yang hampir serupa. Ia bahkan sama sekali tak mendapat kesempatan tampil di ajang resmi kala berseragam Consadole di musim lalu. Pada tahun 2013, pemain Asia Tenggara yang terbilang moncer di Jepang adalah striker senior Vietnam, Le Cong Vinh, di Consadole Sapporo.
Berstatus pinjaman dari Song Lam Nghe An, Cong Vinh bermain 11 kali dan mencetak dua gol di mana salah satunya tercatat sebagai gol tercepat di J-2. Cong Vinh sebenarnya akan dipertahankan oleh Consadole, tetapi ia memutuskan kembali ke Vietnam.
Pemain Indonesia yang juga sempat menjajal peruntungan di Jepang adalah Andik Vermansah, Syakir Sulaiman, Gavin Kwan Adsit, Ryuji Utomo, dan Syamsir Alam. Dari sederet nama itu, hanya Andik yang hampir mencapai kesepakatan kontrak. Selebihnya gagal bersaing.
“Punya pemain yang berkarakter cepat dan keras belum cukup untuk menjadikan Jepang bersaing di tingkat dunia. Untuk itu di tingkat akademi kami mulai memberlakukan persyaratan postur,” kata Kenta Hasegawa, pelatih Gamba Osaka.
Persyaratan itu bisa menjadi kendala buat pemain Indonesia.
Mengapa Pemain Indonesia Sulit Menembus Jepang?
Teratur
Kehidupan masyarakat Jepang yang serbateratur sedikit banyak memengaruhi gaya bermain di sepak bola. Meski belum ada riset khusus yang teruji secara ilmiah, para pelatih usia muda di Jepang menyadari hal itu. Disiplin dan menghargai peraturan membuat pemain Jepang tak pernah bentrok di lapangan hanya karena ditekel atau perkara sepele. Bahkan saat makan bersama, pemain Jepang sangat menghargai tukang masak dengan menghabiskan makanan dan membantu merapikan kursi.
Hidup Sederhana
Jangan dikira menjadi pemain sepak bola di Jepang akan memiliki gaya hidup mewah seperti halnya pemain di Eropa. Pada tahun 1990-an, cabang sepak bola umumnya digeluti oleh anak-anak dari orang tua yang berpenghasilan menengah ke bawah. Tak ada kultur gaya hidup mewah di kalangan pemain sepak bola Jepang, kecuali bagi mereka yang sudah bermain di Eropa. Di Jepang, atlet bisbol dikenal sebagai kalangan kelas atas, boros, dan playboy.
Kendala Bahasa
Bahasa Inggris menjadi harga mati bagi pemain Indonesia yang akan mencoba peruntungan ke Jepang. Di beberapa trial, J-League mengakui kendala bahasa menjadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh. Ada baiknya mempelajari bahasa Jepang karena tak semua pelatih klub bisa berbahasa Inggris. Hal itu dialami oleh Bachdim. Meski ia lancar berbahasa Inggris, ia juga harus berlatih keras berbahasa Jepang guna berkomunikasi dengan rekan-rekan setimnya.
Makanan
Sebenarnya bila dibiasakan, orang Indonesia bisa menyantap makanan Jepang karena menu utamanya adalah nasi dan sayur. Hanya, faktor bumbu dan cara penyajian yang lebih sering disajikan mentah kadang membuat lidah orang Indonesia sulit menerima.
Disiplin dan Tata Krama
Pesepak bola Jepang punya semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah oleh keadaan apa pun. Hal itu sudah menjadi hukum wajib yang terkenal dengan sebutan bushido (semangat kesatria). Orang Jepang pada umumnya berdisiplin tinggi, menjunjung kode etik, dan tata krama dalam kehidupan. Selain itu, pesepak bola muda Jepang diajarkan untuk meminimalkan kesalahan.
Teknik
Perbedaan teknik antara pemain Indonesia dan Jepang sangat jauh. Beberapa faktor yang memengaruhi adalah kultur kepelatihan, kondisi lapangan, dan lingkungan di mana pemain tumbuh. Jepang mengembangkan sistem sepak bola berdasarkan karakter fisik bangsa mereka yang tak sebesar orang Eropa atau Amerika. Pemain diharuskan memiliki kemampuan bertahan dan menyerang dengan sama baiknya. Bagi orang Jepang, menjadi pesepak bola dengan seperti itu bukan perkara sulit karena mereka memiliki karakter pekerja keras. Dalam lima tahun terakhir, di beberapa akademi sudah memberlakukan persyaratan tinggi badan.
Editor | : | Wiwig Prayugi |
Sumber | : | Harian BOLA |
Komentar