Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Timnas U-19 dan Beban Menjadi Fenomenal

By Suryo Wahono - Rabu, 11 Maret 2015 | 16:58 WIB
Timnas U-19 saat beruji coba melawan Semen Padang U-21, Jumat (6/3).
Herka Yanis Pangaribowo-Fernando Randy/Bolanews
Timnas U-19 saat beruji coba melawan Semen Padang U-21, Jumat (6/3).

19 di era Indra Sjafri meraih juara Piala AFF 2013, sepak bola Indonesia berpesta. Maklum gelar itu mengobati keriunduan akan prestasi yang tak diraih tim senior sejak terakhir juara SEA Games 1991. 

Setelah lolos ke Piala AFC, timnas U-19 yang dilabeli Garuda Jaya semakin dianggap fenomenal. Mereka muncul dalam pemberitaan baik media cetak, online, maupun elektronik. Tahun ini, Indonesia akan menurunkan timnas U-19 di ajang yang sama. Timnas U-19 dikomandoi Fachri Husaini.

Sejak Senin (2/3), Stadion Singaperbangsa Karawang yang berkapasitas 12 ribu penonton itu sibuk dengan rangkaian uji coba timnas U-19. Panitia pertandingan tak memberlakukan tiket alias gratis. Alhasil, aksi Garuda Muda memikat para penonton, khususnya pelajar.
“Sebelumnya saya hanya diberi tahu oleh rekan, penonton Indonesia sangat militan terhadap timnas. Saya sempat bertanya, benarkah timnas usia dini begitu populer di mata masyarakat? Ternyata benar, inilah yang membuat Indonesia berbeda dengan negara lain, antusiasme menonton begitu besar,” tutur Direktur Teknik PSSI, Pieter Huistra.
Meski pemain timnas U-19 belum setenar seperti skuat Indra Sjafri pada tahun 2013, penonton tetap terpikat. Maklum, stadion berkapasitas itu hanya mempertontonkan pertandingan klub Divisi Utama, Persika. Sesekali, Singaperbangsa menjadi kandang alternatif klub LSI, seperti Persita pada musim lalu.
Saat digelar uji coba timnas, Jam pertandingan sangat mendukung. Laga yang digelar pada pukul 15.15 itu pas dengan jam pulang sekolah. Di sekitar stadion, ada beberapa sekolah seperti SMKN 1 dan SMPN 5.
“Saya belum hafal nama pemain timnas U-19 yang sekarang jadi bikin penasaran apakah sebagus yang tahun lalu. Mumpung ada di Karawang, kami menonton. Bila digelar di Jakarta, tentu kami hanya bisa melihat dari televisi,” kata Wahyudin, pelajar SMKN 1, sambil menenteng kamera DSLR.

Sejak Senin (2/3), Stadion Singaperbangsa Karawang yang berkapasitas 12 ribu penonton itu sibuk dengan rangkaian uji coba timnas U-19 dan U-16. Panitia pertandingan tak memberlakukan tiket alias gratis. Alhasil, aksi Garuda Muda memikat para penonton, khususnya pelajar.

“Sebelumnya saya hanya diberi tahu oleh rekan, penonton Indonesia sangat militan terhadap timnas. Saya sempat bertanya, benarkah timnas usia dini begitu populer di mata masyarakat? Ternyata benar, inilah yang membuat Indonesia berbeda dengan negara lain, antusiasme penonton begitu besar,” tutur Direktur Teknik PSSI, Pieter Huistra.

"Masyarakat butuh hiburan tapi harus diketahui bahwa esensi sepak bola usia dini adalah membentuk pemain yang bagus sampai ke senior. Prestasi harus, tetapi jangan berlebihan," lanjutnya.

Meski pemain timnas U-19 belum setenar seperti skuat Indra Sjafri pada tahun 2013, penonton tetap terpikat. Maklum, stadion berkapasitas itu hanya mempertontonkan pertandingan klub Divisi Utama, Persika. Sesekali, Singaperbangsa menjadi kandang alternatif klub LSI, seperti Persita pada musim lalu.

Saat digelar uji coba, jam pertandingan sangat mendukung. Laga yang digelar pada pukul 15.15 itu pas dengan jam pulang sekolah. Di sekitar stadion, ada beberapa sekolah seperti SMKN 1 dan SMPN 5.

“Saya belum hafal nama pemain timnas U-19 yang sekarang jadi bikin penasaran apakah sebagus yang tahun lalu. Mumpung ada di Karawang, kami menonton. Bila digelar di Jakarta, tentu kami hanya bisa melihat dari televisi,” kata Wahyudin, pelajar SMKN 1, sambil menenteng kamera DSLR.

Psikolog Ferdinand Hindiarto berpendapat, ekspektasi publik yang terlalu berlebihan bisa berdampak negatif karena sebagian besar penonton Indonesia bersifat glory hunter. Tapi hal itu bisa diatasi bila tim pelatih menanamkan pemikiran positif kepada pemain dengan rasa tanggung jawab tetapi tak terbawa arus popularitas. 

"Semua pihak harus belajar pada apa yang terjadi dengan timnas U-19 di era Indra Sjafri. Saat mereka tampil bagus, semua bersorak, tetapi ketika kalah timnas banjir kritik. Hal itu tidak seharusnya terjadi karena beban pemain tim U-19 yang dulu berusia 18 tahun cukup besar. Saya kira publik mulai memahami, timnas usia dini tidak seharusnya menjadi fenomenal," jelasnya. 

Pelatih timnas U-19 Fachri Husaini menegaskan, skuatnya tak perlu dianggap tenar. Ia hanya menginginkan pemain berlatih dan bertanding dengan wajar. "Populer itu ada sebabnya, bila juara hal itu tidak bisa dibendung. Tim U-19 masih berjuang dan belum melangkah ke turnamen. Doakan saja semoga perjuangan kami membuahkan hasil," tuturnya.


Editor : Wiwig Prayugi
Sumber : Bolanews


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X