kali.
Kasus yang paling parah terjadi dalam Kongres PSSI di Pekanbaru pada 26 Maret 2011. Kala itu kongres yang dihadiri oleh pengawas dari FIFA tidak bisa berlangsung karena terganggu oleh anggota PSSI yang marah. Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI kala itu, bersama wakil FIFA, Frank van Hattum, dan wakil AFC, JC Mutiah, pergi meninggalkan Hotel Premier, Pekanbaru.
“Itulah sebenarnya kasus paling berat dalam sejarah sepak bola Indonesia. Namun, dari kasus itu, FIFA tidak berani menghukum Indonesia. Malah membuat komite penyelamat. Saya juga yakin ancaman FIFA kali ini soal intervensi Menpora dan BOPI pada kompetisi juga gertak sambal saja,” kata Muhammad Zein, mantan anggota Komeks PSSI.
Menurut Zein, Indonesia adalah pasar yang besar bagi produsen sepak bola dunia yang menjadi mitra FIFA. Ada banyak investasi yang ditanamkan oleh produsen yang biasanya menjadi sponsor kegiatan FIFA dalam setiap ajang mereka.
“Pasar yang sangat besar itu membuat FIFA tak berani untuk menghukum Indonesia. Kita bangsa yang besar,” ucap Zein.
Zein memprediksi akan banyak sekali yang dirugikan jika sanksi FIFA itu benar-benar jatuh. "Saya yakin mereka tidak berani, seperti halnya kasus-kasus yang lebih parah pada tahun 2011," ungkap Zein.
Namun, Zein juga mengakui jika PSSI adalah pihak yang paling berhak untuk menentukan kompetisi di Indonesia, bukan pihak-pihak lain di luar asosiasi.
"Namun, saya minta kompetisi itu juga harus terbuka dan tidak ditutupi. Itu semangat yang harus dibangun di kompetisi Indonesia. Jangan justru sebaliknya," kata Zein, yang tengah mencalonkan diri sebagai calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI.
Editor | : | Ary Julianto |
Sumber | : | Ary Julianto/BOLA |
Komentar