Tak pernah membayangkan bila Sekolah Sepak Bola (SSB) mematok harga tertentu saat melepas pemain didikannya. Dengan kata lain, sulit bagi SSB untuk menjual pemain kepada klub.
"Tak pernah terpikirkan kami menjual pemain. Bila menerapkannya, saya justru bisa disalahkan. Kalau ada anak didik yang akan ke klub tertentu, saya malah dianggap menghalangi karena meminta harga,” ucap Imam Prasodjo, Ketua Umum SSB Kabomania, Bogor.
Menurutnya SSB tetap akan melepas pemainnya bila sudah lulus tanpa ikatan sama sekali. Karena itu, klub profesional yang ingin merekrutnya tak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli pemain tersebut atau memberikan training compensation kepada SSB.
Bila ada training compensation untuk SSB, hal tersebut lebih pada kesadaran dari klub itu sendiri. SSB pun tidak akan menuntut apa pun, termasuk bila itu menjadi haknya.
"Itu semua lebih pada etika saja. Kami pernah dijanjikan mendapatkan semacam training compensation saat ada yang merekrut anak didik kami. Tapi ternyata tidak dibayarkan. Meski demikian, kami tak mempermasalahkan," ungkapnya.
Hanya tetap ada aturan yang jelas dan mengikat terkait training compensation bagi SSB. Namun, semua itu kembali pada klub dan PSSI. Pasalnya, posisi SSB termasuk lemah sehingga tak bisa menuntut apa-apa.
"Bagi kami, karier pemain yang utama. Bila mendapat klub yang bagus, tentu kami senang. Ada kebanggaan bila pemain kami memperkuat klub-klub profesional. Jadi kami tak pikirkan soal training compensation atau menjual pemain," kata Imam lagi. (Gonang Susatyo)
Editor | : | Ary Julianto |
Sumber | : | BOLA |
Komentar