Menjelang launching Liga Super Indonesia 2015 di SUGBK, Jakarta (14/2), masih ada lima klub tercatat bermasalah. Berdasarkan peraturan yang telah dikeluarkan, mereka harus melengkapi kekurangan verifikasi pada Jumat, 13 Februari.
Dua di antara lima klub itu adalah Persebaya dan Persija yang terkendala utang pemain musim lalu. Tiga klub lain, Pelita Bandung Raya, Bali United Pusam, dan PSM terhambat aspek infrastruktur stadion.
Stadion yang didaftarkan PSM dan BUP, yakni Andi Mattalatta Mattoangin, Makassar dan Dipta, Gianyar, dinilai belum memenuhi syarat dari segi penerangan.
"Sampai saat ini kapasitas pencahayaan lampu Stadion AMM masih 540 lux, sedangkan persyaratan minimal 800 lux," ujar Irsal Ohorella, Manajer Umum PSM.
Sebenarnya, PSM sudah menggantian lampu yang mati. "Waktu dites semua lampu di empat tower menyala. Kami pikir sudah memenuhi persyaratan. Maka kami mengundang tim verifikasi PT Liga Indonesia datang ke Makassar (9/2). Tapi ternyata belum memenuhi syarat karena kualitas lampu lama mulai menurun," ucap Irsal.
Bagi manajemen BUP, lembur menjadi solusi yang harus diambil. Dari beberapa kekuarangan Stadion Dipta, pemasangan tiang lampu utama terus dikebut. Keempat tiang yang masing-masing panjang 32 meter itu sudah tiba di Dipta dari Jakarta yang menempuh waktu lebih dari seminggu. Padahal CEO BUP, Yabes Tanuri, berkali-kali memastikan lampu stadion berkapasitas 25 ribu penonton tersebut sudah bisa menyala paling lambat sebelum 14 Februari.
Bagi PBR, kendala yang dialami berbeda dari dua klub sebelumnya. Laskar Pasundan hingga saat ini masih dilema mendaftarkan stadion. Setelah sempat mengajukan Stadion Patriot, Bekasi, akhirnya PBR kembali mendaftarkan Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kab. Bandung.
"Tapi kami masih ada beberapa opsi lain untuk laga kandang. Kalau tidak keburu terpaksa kami kembali ke Jalak Harupat. Yang pasti kami masih berusaha mencari stadion," ujar Riki Sengkona, perwakilan dari PBR.
Editor | : | Kukuh Wahyudi |
Sumber | : | kukuh Wahyudi, Abdi Satria, Erwin Snaz/Harian Bola, Yan Daulaka |
Komentar