Kondisi sepak bola Indonesia kini serba tidak pasti. Pasca pembekuan PSSI oleh Menpora dan disusul pembubaran kompetisi LSI, DU dan Liga Nusantara musim ini, kegiatan sepak bola di Tanah Air nyaris mati. Pemain sebagai aktor utama menjadi korban pertama yang merasakan dampak tersebut.
Pendiri Asosiasi Pemain Sepak Bola Indonesia (APSI), Irawadi Hanafi, jelas menyayangkan hal itu. “Keputusan itu membuat nasib pemain sepak bola di Indonesia saat ini menjadi sangat susah. Saya sudah berkomunikasi dengan beberapa pemain anggota APSI dan semuanya menyatakan sedih dan sangat menyayangkan keputusan itu. Boleh dibilang pemain kini sudah patah arang,” ungkap Irawadi.
Saat ini menurut Irawadi, banyak pemain sudah dipulangkan oleh klub. Banyak dari pemain tersebut tak tahu lagi mau kemana menuntut gaji dan sisa kontrak mereka. Ke PSSI atau ke Menpora? “Yang jelas pembubaran kompetisi ini telah merugikan semua pemain di Indonesia, baik profesional maupun amatir karena tak ada lagi kejelasan nasib mereka,” tutur Irawadi.
Menyangkut kerugian yang harus diderita pemain, tentu akan tergantung kontrak yang mereka lakukan dengan klub. Jumlahnya tentu bervariasi, menurut kecapakan si pemain.
“Saya belum tahu persis. Tapi jelas sangat besar. Bayangkan saja, kalau rata-rata kontrak pemain pro di klub papan atas itu sekitar 500-600 juta permusim lalu di klub pro menengah sekitar 300-400 juta per musim dan klub papan bawah antara 100- 200 juta permusim, tentu sangat terasa untuk kehidupan para pemain ini selama setahun ke depan. Akan tetapi mereka juga tidak bisa berharap banyak karena klub juga tidak bisa berkompetisi,” ucap Irawadi.
Editor | : | Ary Julianto |
Sumber | : | BOLA |
Komentar