10 cukup bagi Sevilla melumpuhkan perlawanan Getafe di final Copa del Rey.
“Sungguh musim yang sangat baik!” Begitu ucap pelatih Juande Ramos pada Marca mengomentari kemenangan timnya atas Getafe di stadion Real Madrid itu. “Saya tak ingin mengomentari kritik Schuster soal penalti. Silakan lihat sendiri tayangan ulangnya. Tapi Getafe memang lawan yang layak bermain di final.”
Bernd Schuster memang mengeluhkan keputusan wasit yang tidak memberi penalti bagi Getafe ketika Manu dijatuhkan di kotak terlarang pada babak I.
Keberhasilan Sevilla menjuarai Copa del Rey untuk kali keempat membuktikan pujian bahwa inilah tim Spanyol paling konsisten dua tahun terakhir. Empat gelar mereka dapat.
Pada 10 Mei 1996, Sevilla menamatkan perlawanan Middlesbrough di final Piala UEFA. Skor 4-0 diperoleh melalui Luis Fabiano (27’), Vicenzo Maresca (78’ & 84’), dan Kanoute (89’).
Tiga bulan kemudian, 25 Agustus 2006, Si Merah-Putih menyikat Barcelona, juara Liga Champion, dalam partai Piala Super Eropa. Renato Dirnei (7’), Kanoute (45’), dan penalti Enzo Maresca (90’) menundukkan raksasa Catalans itu, 3-0.
Setahun enam hari kemudian, 16 Mei 1997, Sevilla menjaga mahkota Piala UEFA itu. Kali ini lawannya klub senegara, Espanyol. Gelar diperoleh melalui duel di titik putih alias adu penalti.
Sabtu lalu Kanoute kembali memberi gol emas bagi klubnya. Striker Mali ini sigap melihat kesalahan Pulido mengontrol bola di garis tengah lapangan.
Pertanyaannya, apakah gol Kanoute itu menjadi yang terakhir untuk Sevilla? “Saya harap ini bukan pertandingan terakhir Kanoute untuk Sevilla,” jelas Ramos, meski sang pelatih pun dikabarkan bakal hijrah ke klub lain.
Sehari kemudian Kanoute menjawab kekhawatiran Ramos. Minggu siang, Kanoute menyangkal rumor kepindahannya ke Premiership. “Saya masih punya kontrak dua tahun lagi. Tak ada rencana pindah dari Sevilla.”
(Penulis: Weshley Hutagalung)
Editor | : | Caesar Sardi |
Sumber | : | Selasa 26 Juni 2007, BOLA Edisi No. 1.1735 |
Komentar