Prowse mencetak gol kemenangan sebagai kapten tim Inggris U-21, Southampton mencatatkan profit pertama sejak 2009. Banyak yang mengatakan bahwa kubu pantai Selatan ini adalah model ideal sebuah klub sehat Premier League. Saints menggabungkan performa, profit, dan pengembangan pemain muda.
Secara performa, tim besutan Ronald Koeman berada di posisi keenam dan hanya terpaut dua kemenangan dari Manchester United di posisi terakhir ke Liga Champion.
Saints bermain sangat menawan, ngotot, dan memiliki salah satu pertahanan terbaik di liga.
Bos asal Belanda tersebut mendatangkan pemain-pemain secara bijak nan tepat setelah ditinggal hingga sembilan personel tim utama sepanjang musim panas lalu. Klub tidak memaksakan diri untuk mencemplung ke bursa.
Menurut Transfermarkt, Saints hanya membeli pemain senilai 80 juta pound dari total pendapatan 110 juta pound.
Sebagai contoh adalah pada jendela transfer Januari kala mereka kekurangan stok pemain belakang setelah Tony Alderweireld (cedera) dan Maya Yoshida (ke Piala Asia) harus absen.
Klub percaya pada stok pemain muda mereka seperti Matt Targett. Di sinilah keunggulan Saints dibanding pesaing-pesaing mereka. Sudah menjadi bagian dari DNA klub bahwa mereka tidak boleh takut menurunkan pemain akademi.
Selalu Punya Rencana
“Kami punya pemain-pemain muda internasional di seluruh tim. Targett adalah kapten U-20. Prowse adalah kapten U-21. Harry Reed juga mulai menembus timnas junior,” ujar direktur teknik Saints, Martin Hunter, kepada Daily Telegraph pada Oktober lalu.
“Kami selalu punya rencana. Sebanyak 13 tim U-21 berlatih bersama tim utama pada awal musim, sebelum pemain-pemain baru datang.”
Pelatih Koeman, dan Mauricio Pochettino sebelumnya, mendapat banyak pujian karena mampu mengadaptasikan produk akademi ke lingkungan Premier League yang terkenal garang dan sangat mengedepankan hasil akhir.
Targett dan Ward-Prowse adalah nama kesekian dari jalur produksi yang telah menelurkan pemain-pemain paling mengasyikkan Britannia Raya dalam beberapa tahun terakhir.
Theo Walcott, Alex Oxlade-Chamberlain, Gareth Bale, hingga Alan Shearer merupakan contoh-contoh paling mentereng produk akademi mereka.
Pertengahan bulan Maret CIES Football Observatory telah menobatkan akademi Saints sebagai yang paling menguntungkan di Eropa, mengalahkan Real Madrid dan Barcelona sekali pun.
Keuangan Sehat
Hal ini membawa klub ke kabar gembira berikutnya. Saints mencatatkan profit untuk pertama kalinya sejak mereka bangkrut enam tahun lalu.
St. Mary’s Football Group Limited melaporkan keuntungan hingga 33,4 juta pound ketimbang kerugian 7,1 juta pound setahun sebelumnya.
Pemasukan total meningkat tajam dari 72 juta pound tahun lalu menjadi 106 juta pound walau gaji pemain meningkat 41,4 juta pound ke 55 juta pound dalam setahun.
“Laporan ini menunjukkan bahwa klub sehat dan kami sebagai grup sangat kuat, fondasi sudah terbentuk untuk kami menatap ke masa depan,” ujar CEO Saints, Gareth Rogers.
Secara performa, tim besutan Ronald Koeman berada di posisi keenam dan hanya terpaut dua kemenangan dari Manchester United demi tiket terakhir ke Liga Champion.
Saints bermain sangat menawan, ngotot, dan memiliki salah satu pertahanan terbaik di liga.
Bos asal Belanda tersebut mendatangkan pemain-pemain secara bijak nan tepat setelah ditinggal hingga sembilan personel tim utama sepanjang musim panas lalu. Klub tidak memaksakan diri untuk mencemplung ke bursa.
Menurut Transfermarkt, Saints hanya membeli pemain senilai 80 juta pound dari total pendapatan 110 juta pound.
Sebagai contoh adalah pada jendela transfer Januari kala mereka kekurangan stok pemain belakang setelah Toby Alderweireld (cedera) dan Maya Yoshida (ke Piala Asia) harus absen.
Klub percaya pada stok pemain muda mereka seperti Matt Targett ketimbang merogoh dompet.
Di sinilah keunggulan Saints dibanding pesaing-pesaing mereka. Sudah menjadi bagian dari DNA klub bahwa mereka tidak boleh takut menurunkan pemain akademi.
Selalu Punya Rencana
Komentar