Ketidakjelasan soal salah satu dari tiga kiper yang harus terdepak dari daftar 23 pemain timnas ke Piala Asia 2007 tak membuat hati Markus Harison (26) gundah.
Menurut kiper asal PSMS yang lahir di Pangkalan Brandan itu, keputusan pelatih adalah yang terbaik. Tapi, kalau tiga kiper didaftarkan semua, Markus tentu lebih menyambut gembira.
Pasalnya inilah kali pertama ia bisa mengikuti seleksi timnas hingga mengikuti masa pelatnas. Sebelumnya di pelatnas Piala AFF tahun lalu di Solo, Markus dicoret karena terlambat datang.
“Saat itu saya sedih dan kecewa karena kesempatan pertama masuk timnas harus berakhir seperti itu. Tapi tak apalah, tidak ada dendam atau trauma. Sekarang saya sudah berada di timnas lagi,” jelas Markus.
Kejadian pencoretan di seleksi pemain di Piala AFF melecut semangatnya untuk bangkit. Motivasinya kian tinggi dalam tiap pertandingan bersama PSMS, harapannya ia bisa dilirik timnas lagi.
Bagi Markus, bermain untuk timnas merupakan pencapaian terbaik selama berkarier. Markus menggeluti sepakbola sejak divisi terbawah, saat bergabung bersama PSL Langkat di divisi tiga. Ia merasakan betul bagaimana panjangnya menempuh jalan menuju tim Merah Putih.
Semusim bermain di Langkat, kariernya menapak ke divisi dua bersama PSKB Binjai. “Baru setelah itu saya bermain di divisi satu bersama Persiraja selama dua musim,” kata Markus. Lonjakan karier dialami ketika Markus berhasil menembus persaingan untuk masuk ke PSMS Medan di level divisi utama.
Sebagai kiper, Markus tangguh di bawah mistar dan jago menahan tendangan penalti. Untuk keahlian satu itu Markus hanya mengandalkan keberanian.
Berbagi Ilmu
“Banyak kiper lain kalau menghadapi tendangan penalti, nyalinya kecil duluan. Kalau saya tidak. Dalam penalti itu hanya ada dua konsekuensi. Jadi pahlawan atau pecundang,” tutur Markus, yang selalu menanamkan keyakinan bahwa dirinya adalah si pahlawan saat terjadi penalti.
Keahlian itu tak mudah diraih. Sewaktu bermain di SSB Brandan Putra dan Diklat PPLP Sumut, Markus sering kebobolan lebih dari setengah lusin gol dalam tiap laga. “Saya awalnya tak tahu jadi kiper itu bagaimana. Dulu waktu SSB Brandan Putra mau ikut Piala SSB se-Sumut, tidak ada kiper. Saya dipilih karena berbadan tinggi,” tutur Markus.
Markus tak segan berbagi ilmu keahlian menahan tendangan penalti. Menurut pengakuannya, keahlian itu didapat lewat banyaknya latihan penalti di klub. “Di klub lain, latihan tendangan penalti malah sering terlewatkan. Padahal hal itu sangat berguna, baik bagi penendang maupun penerima,” ucap pengidola kiper Brasil, Dida, ini.
(Penulis: Aning Jati)
Editor | : | Caesar Sardi |
Sumber | : | Jumat 15 Juni 2007, BOLA Edisi No. 1.732 |
Komentar