Kondisi ekonomi keluarga yang serbakekurangan menjadi faktor penyemangat keenam anak yang terpilih mewakili Indonesia dalam program Sejuta Bola gagasan Kick Andy Foundation (KAF) untuk berlatih di klub Premier League, Manchester United.
Semisal I Kadek Dwi Kurniawan asal Tabanan Bali. Kedua orangtuanya pekerja serabutan termasuk menjual suvenir keliling di pasar Tabanan dengan penghasilan tidak menentu. Atau, orang tua dari Ayub Abdul Azis yang menjadi sopir tidak tetap di Semarang.
Latar belakang keluarga sederhana dimiliki peserta lain yang akan terbang ke Kota Manchester. Ayah dari Jero Pratama (Padang) berprofesi sebagai tukang ojek dengan penghasilan tak lebih dari Rp20 ribu/hari.
"Buat saya yang penting bisa makan dari pekerjaan ayah. Sebagai anaknya, saya tidak banyak menuntut selain hanya minta restu berlatih sepak bola," ucap Jero yang posturnya paling kecil di antara kelima rekannya.
Sama halnya juga dengan Achmad Wahyudi asal Tulehu yang ayahnya bekerja sebagai tukang servis jam keliling kampung. Kondisi ayahnya yang sakit-sakitan makin memotivasi Achmad untuk terus berlatih sepak bola di setiap ada waktu kosong, terutama sebelum dan balik dari sekolah, agar kelak jadi pesepak bola andal.
Sementara bagi Marcelius dari Alor (NTT), terpilih berangkat untuk menjalani latihan di United bak mujizat.
"Bisa ke kota Kupang dan Bali saja sudah seperti mimpi, apalagi terpilih ke Inggris. Sàya cuma bisa bilang, Puji Tuhan, dan bersyukur atas karuniaNya," ujar Marcelius.
Marcelius berasal dari salah satu pelosok kampung di Alor. Sama seperti kisah mantan pemain timnas U-19, Yabes Roni Malaifani, yang harus berjuang untuk sekadar bisa mencapai lapangan sepak bola.
"Terima kasih Tuhan, semoga saya bisa mengikuti jejak kak Yabes kalau saya sudah besar," imbuhnya.
Editor | : | Yan Daulaka |
Sumber | : | Bolanews |
Komentar