Dramatis, mendebarkan, menakjubkan, menentukan, sampai mencengangkan. Ada kata lain yang memiliki fungsi sebagai pemompa adrenalin? Silakan sertakan saja dan kita akan menemukan itu semua dalam laga Madrid kontra Sevilla, Ahad lalu.
Skor akhir 3-2 mungkin hanya akan menjadi faktor penentu Madrid dalam melangkahi Sevilla di klasemen sementara Primera Division La Liga. Juga sebagai penentu Ruud van Nistelrooy sebagai penguasa daftar el pichichi saat ini.
Berkat hasil di Santiago Bernabeu, yang ditahbiskan media Spanyol sebagai el finale, Madrid akhirnya menempel Barcelona dengan selisih dua poin. Dua gol Ruutje (20) pun kini melewati koleksi Diego Milito dan Frederic Kanoute.
Tapi, di luar itu semua, empat kata sifat dalam lead di atas tadi mampu mengesampingkan sejenak komposisi klasemen serta catatan statistik. Bagi Madridistas, mungkin ini jauh lebih penting guna mencapai target di akhir musim nanti.
Mengapa? Pastinya karena malam itu Madrid menampilkan permainan terciamik mereka selama mengarungi musim ini. Bahkan rasanya pantas untuk menyebut aksi El Real sebagai salah satu yang terbaik dalam tiga musim ke belakang.
Walaupun di babak pertama Madrid tertinggal lebih dulu lewat gol spektakuler Enzo Maresca, yang mengingatkan kita akan gol Zinedine Zidane dalam final Liga Champion 02/03 kontra Bayer Leverkusen, armada Fabio Capello bisa bangkit.
Ini tergolong menakjubkan mengingat rekor Madrid setelah tertinggal dalam 13 kesempatan sebelumnya adalah kalah enam kali, seri tiga kali, dan cuma menang empat kali. Pantas saja seisi stadion sontak terdiam ketika melihat gol Maresca.
Untungnya otak brilian Capello mengubah segalanya. Pada menit ke-58, Don Fabio melakukan double substitution dengan menarik kapten Raul Gonzalez dan Miguel Torres serta memasukkan co-captain Guti Hernandez dan Ivan Helguera.
Pergeseran posisi secara otomatis terjadi. Guti mengambil alih pos sebagai playmaker, Sergio Ramos pindah ke kanan guna mengisi tempat Cicinho, yang hijrah ke kiri. Helguera mengganti posisi Ramos sebagai palang pintu.
Madrid jadi jauh lebih hidup. Terbukti mereka hanya butuh enam menit untuk menyamakan skor. Guti sebagai arsitek mampu membelah pertahanan Sevilla dan mengirim bola ke Ruutje.
Dengan sekali kontrol, Van The Man mengecoh kiper Anders Palop dan mengeksekusi gol pertama Madrid dengan sempurna. Gol kedua juga andil tunggal Guti. Bedanya, kali ini Robinho yang menjadi eksekutor.
Guti lagi-lagi memulai plot dalam gol ketiga, meski bukan murni assist, tapi lewat proses lebih panjang. Operannya ke Ramos dimanfaatkan untuk melepas sepakan deras yang ditepis Palop. Ruutje berdiri di posisi tepat guna menyambar bola muntah dan menjadikan skor 3-1.
Sevilla akhirnya memperkecil kedudukan di injury-time ketika Javier Chevanton menaklukkan Iker Casillas melalui tendangan bebas.
Sayangnya laga dramatis ini diwarnai tiga kartu merah dan lima kartu kuning. Yang mencengangkan, dua kartu merah dari wasit Perez Burull diperoleh Luis Fabiano dan Robinho akibat ulah konyol mereka sendiri. Fabiano diusir ketika sedang pemanasan, sementara Robinho karena merayakan gol dengan melepas kaus sampai mendekati penonton.
(Penulis: Sapto Haryo Rajasa)
Editor | : | Caesar Sardi |
Sumber | : | Selasa 8 Mei 2007, BOLA Edisi No. 1.721 |
Komentar