Di Inggris, sepak bola sudah menjadi sebuah ritual akhir pekan yang tak boleh dilewatkan. Stadion sepak bola, baik klub besar hingga kecil, selalu dijejali oleh para fan.
Sepak bola telah menjadi sebuah komoditi seksi untuk digarap potensi ekonominya. BBC merilis hasil studi bahwa harga tiket termurah nonton sepak bola di Inggris telah melonjak naik dua kali lipat dari presentase biaya hidup rata-rata di Inggris sejak 2011.
Angka inflasi di Inggris tiap tahun berkisar pada 1,2 persen, sementara harga tiket nonton pertandingan sepak bola naik rata-rata sejumlah 4,4 persen. Studi ini melibatkan 176 klub sepak bola dari beragam tingkat divisi di Inggris Raya dan 31 klub di daratan Eropa.
Liverpool yang memiliki basis fan loyal di seluruh dunia mulai bereaksi terhadap harga tiket menonton ini. Belum habis sepekan kala Liverpool menggelar laga kandang melawan Hull City pada 25 Oktober 2014, sekelompok fan menggelar spanduk protes di Anfield.
Spanduk itu berisikan tulisan bernada kritik tajam pada manajemen klub. Spanduk “Suporter bukan konsumen", "Turunkan harga tiket" atau "Harga tiket untuk anak-anak setara mahalnya dengan harga tiket dewasa,” bertebaran di Anfield.
Sebagai contoh pada laga kandang melawan Chelsea yang akan digelar pada 8 November 2014, harga tiket termurah yang dijual adalah 46 poundsterling atau setara 900 ribu rupiah. Laga tersebut masuk kategori kelas A, sama seperti melawan Manchester United, Man. City, Spurs, Everton, dan Arsenal.
Uniknya, harga tiket yang terus naik tiap tahun berbanding lurus dengan jumlah penonton yang datang ke stadion. Malcolm Clarke, Ketua Federasi Suporter Sepak Bola menyebutkan, "Terjadi kenaikan rata-rata jumlah penonton."
Sebuah anomali dan tekanan bagi klub untuk menyajikan permainan yang menghibur atau gelar juara bagi penonton yang telah setia membeli tiket dengan harga mahal tersebut.
Editor | : | Peksi Cahyo Priambodo |
Sumber | : | BBC |
Komentar