16 dan U-19 itu rupanya mendapatkan hampir95 persen pemain bukan dari klub-klub anggota PSSI.
Sebaliknya para pemain yang sejak akhir Januari lalu berkumpul di Sawangan, Depok, justru muncul dari sekolah sepak bola yang tersebar di berbagai daerah. “Hanya ada dua klub LSI yang menyertakan pemain di timnas U-16 dan U-19, yakni Diklat Semen Padang dan Persib Junior. Selebihnya saya memanggil pemain dari SSB,” ungkap Fachry.
Sebelumnya, Fachry sudah berkomunikasi dengan 34 asosiasi provinsi dan meminta mereka untuk mengumpulkan pemain guna talent scouting yang ia lakukan. Namun hanya 23 Asprov saja yang membalas permintaannya tersebut. Bahkan DKI Jaya, tidak merespon surat permintaan Fachry.
“Akan tetapi saya melihat bahwa di Jakarta banyak kompetisi yang diselenggarakan oleh pihak swasta seperti Liga Kompas Gramedia, makanya saya datang langsung untuk menseleksi pemain di kompetisi tersebut,” tutur Fachry.
Hasilnya, ia pun mendapatkan beberapa pemain dari DKI Jaya yang bermain di LKG. “Pada akhirnya saya memaklumi kenapa Asprov tersebut tidak merespon dan hanya sedikit dari 23 Asprov tersebut yang menyertakan pemainnya di timnas junior saat ini. Lihat saja Asprov tidak menggelar kompetisi pemain junior secara rutin. Hal ini membuat saya kesulitan menseleksi pemain,” ujar Fachry.
Lebih mengenaskan lagi, ternyata klub-klub LSI tidak mempunyai pembinaan pemain usia muda terutama di usia 19 tahun ke bawah yang berjenjang dan terstruktur secara rapi. Kondisi ini membuat klub-klub LSI dan Divisi Utama tidak mampu menyediakan pemain yang dibutuhkan timnas junior. “Ironis sekali karena sumber pemain kita saat ini malah datang dari SSB, bukan dari anggota PSSI, bahkan klub amatir sekali pun,” kata Fachry.
Editor | : | Ary Julianto |
Sumber | : | BOLA |
Komentar