Dana yang cekak membuat PSIM gagal total di Divisi Utama 2014. Meski bisa bertahan di DU, PSIM gagal berada di posisi yang memungkinkan mereka menjadi voter di kongres PSSI.
PSIM mengawali kompetisi dengan hasil lumayan bagus di putaran pertama. Namun, krisis finansial mengakibatkan performa mereka jeblok. Nilai dari sponsor yang masuk sangat kecil. Begitu pula pemasukan dari tiket pertandingan. Akibatnya gaji pemain dan pelatih sempat tertunda pembayarannya.
Bahkan, di laga terakhir di penyisihan grup melawan Persinga Ngawi, pemain sempat mengancam mogok. Meski gaji sudah dibayarkan, pemain menunjukkan solidaritasnya pada tim pelatih yang belum menerima gaji.
"Untuk pertama kali dalam sejarah klub, pemain mogok pada hari pertandingan. Padahal, kalau tidak bermain, PSIM bisa dikurangi poin dan terdegradasi. Hal seperti itu tidak boleh terjadi lagi saat PSIM menjalani Divisi Utama 2015,” ujar Dwi Irianto, yang musim lalu menjabat sebagai Direktur Utama PT Putra Insan Mandiri (PIM), pengelola PSIM.
Menurut Dwi, kebutuhan dana sangat penting bagi klub yang ingin berkompetisi di liga profesional. Apalagi, kompetisi musim ini sangat berat. Dari 58 tim peserta, hampir separuhnya bakal terdegradasi di akhir musim. Pasalnya, PT LI akan mengurangi besar-besaran peserta kompetisi kasta kedua.
“Rencananya hanya 36 yang tetap di Divisi Utama untuk musim 2016. Bila penyisihan Divisi Utama 2015 dibagi enam grup, berarti peringkat enam ke bawah bakal terdegradasi," katanya.
“Bila tidak didukung dana yang bagus, sulit bagi klub untuk bertahan. Terpenting, PSIM harus menjaga cash flow. Pemasukan klub harus terjaga sehingga kejadian musim lalu tak terulang. Bila dana tersedia, PSIM baru bisa bicara target," ujarnya.
Editor | : | |
Sumber | : | Bolanews |
Komentar