Matahari baru saja tenggelam ke peraduan, Minggu (20/4). Suasana mes Mitra Kukar di Wisma PKK, Tenggarong, kian ramai dengan aktivitas pemain yang bersiap menjalani sesi latihan malam.
Seperti yang sudah dijalani selama lebih dari tiga tahun, Dian Agus Prasetyo dkk. bertolak dari dan ke Stadion Aji Imbut yang terletak di seberang Sungai Mahakam menggunakan feri kelotok. Angkutan lokal itu yang menjadi nyawa aktivitas warga Tenggarong untuk keluar dari Kota Gerbang Raja, selepas jembatan Kutai Kartanegara runtuh pada 2011.
Opsi lain menggunakan jalur darat memang tersedia. Namun, waktu tempuh yang lebih lama membuat masyarakat lebih menyukai akses jalur menyeberangi sungai memakai feri.
Dari mes, para pemain berjalan kaki menuju dermaga yang hanya berjarak sekitar 150 meter. Tetapi, saat hari pertandingan, mereka tidak berjalan melainkan naik bus yang membawa rombongan ke dermaga.
Di dermaga itu, sebuah kapal sudah menanti skuat Naga Mekes. Bukan sembarang kapal karena berbeda dengan kapal kelotok kayu yang lain. Kapal yang mengangkut rombongan Mitra Kukar didesain khusus mencerminkan nilai tradisonal Kukar. Kapal itu punya julukan: Perahu Naga.
“Unik, karena tak ada tim lain yang seperti kami. Berangkat pergi dan pulang latihan maupun bertanding naik kapal spesial seperti ini,” kata gelandang Bima Sakti di dalam kapal yang dilengkapi fasilitas pendingin ruangan itu.
Pemain lain tampak memilih tempat favorit masing-masing. Ada yang di geladak atau bagian depan sambil mengobrol dan menikmati suasana malam, walau perjalanan hanya memakan waktu sekitar 15 menit.
“Dulu pekan pertama setelah jembatan runtuh, kami sempat trauma naik kapal. Tapi, sekarang kami sudah terbiasa karena menjadi seperti rutinitas,” ucap Joice Sorongan, kiper Tim Naga Mekes.
Meski terkesan unik, punggawa tim yang musim lalu finis di peringkat ketiga itu berharap jembatan baru segera bisa dibangun agar masyarakat bisa lebih nyaman ketika bepergian.
Sumber: Harian BOLA (Penulis: Aning Jati)
Editor | : | Eko Widodo |
Sumber | : | Sumber: Harian BOLA (Penulis: Aning Jati) |
Komentar