29 September 2014 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korea.
BOLA mendapat kesempatan emas untuk bertemu dengan mantan pebulutangkis putri Indonesia, Retno Kustijah. Perempuan berusia 72 tahun itu berbagi kisah inspiratif untuk para pejuang bulu tangkis Indonesia.
Retno pernah merasakan manisnya medali emas Asian Games. Ia meraih dua emas (nomor ganda putri dan beregu) di AG 1962 yang digelar di Jakarta dan satu emas (nomor ganda putri) AG 1966 di Bangkok.
Kesuksesan Retno/Minarni pada AG 1962 mengantarkan mereka sebagai andalan menuju AG 1966. Kepercayaan itu dibayar tuntas dengan satu emas di ganda putri AG 1966.
Latihan keras, determinasi, dan kepercayaan diri tersebut membuahkan hasil. Retno/Minarni membawa pulang gelar juara All England 1968 dengan mengalahkan pasangan Jepang, Noriko Takagi/Hiroe Amano, 15-15, 15-6, dan Rudy Hartono menjadi juara di tunggal putra.
Retno/Minarni menjadi pasangan ganda putri Indonesia pertama yang meraih gelar juara All England. “Mungkin karena kami dulu selalu merasa tak pernah puas dan seperti ada yang kurang setiap saat sehingga kami berjuang mati-matian dalam latihan,” tutur Retno.
Pernah membawa nomor ganda putri Indonesia ke level tertinggi inilah yang membuat Retno tetap tergerak agar dia bisa menghasilkan pebulu tangkis putri yang mampu mengharumkan nama Indonesia.
“Sekarang masanya berbeda. Distraksi semakin banyak. Belum lagi menjadi pebulutangkis yang jago membutuhkan proses, tapi saya tetap yakin bahwa para pebulu tangkis yang bagus bisa dihasilkan dari tanggung jawab yang mereka emban,” ujar Retno.
Selamat berjuang, pasukan Merah-Putih!
Editor | : | Tulus Muliawan |
Sumber | : | Harian BOLA (Aprelia Wulansari) |
Komentar