Ironi sedang dialami Persewangi. Tim dari ujung timur Jawa Timur ini sedang berada di titik nadir. Pengurus dan tim punya nafsu garang ketika menghadapi lawan, namun dana mereka kurang mendukung.
Buktinya, di fase penyisihan awal Grup 7, tim asuhan Iswahyudi ini adalah pimpinan klasemen. Mereka tak hanya digjaya di kandang, laga di luar kandang pun mereka babat.
Tapi perjalanan klub berjuluk Laskar Blambangan ini mulai terseok-seok ketika memasuki babak 16 besar. Dari tiga laga awal fase ini, tak sekali pun Reby Cahyadi dkk. meraih kemenangan. Derita ini memuncak ketika manajemen kehabisan kocek untuk berangkat ke Papua menghadapi Persigubin di Stadion Barnabas Youwe Dafonsoro, Rabu (10/9) lalu.
“Pembagian grup babak 16 besar memberatkan kami. Karena kami harus terbang ke Kalimantan menghadapi Martapura FC dan Papua menantang Persigubin. Total biaya bisa mencapai angka 200-300 juta rupiah untuk dua kali tandang tersebut. Makanya, saya harus memilih alternatif terbaik dari yang terburuk. Kami memilih tak ke Papua, tapi tim masih bisa berangkat ke Martapura dan gaji pemain terbayarkan,” ungkap Hari Wijaya, Manajer Tim Persewangi.
Hari Wijaya bukannya ngawur mengambil kebijakan tak populer ini. Dia tahu risikonya yang melanggar sportifitas yang telah diatur Manual Liga Divisi Utama dari PT LI.
“Kami bukan sengaja mengalah dengan tidak berangkat ke Papua. Tapi kondisi kami memang sedang sekarat. Saya masih punya sisa dana, tapi saya harus punya skala prioritas mana yang terpenting. Yang jelas, saya tak mau punya utang gaji kepada para pemain. Saya juga minta maaf kepada rekan pengelola klub di grup ini. Saya berjanji di sisa laga nanti Persewangi akan tetap ngotot, karena pintu lolos ke babak berikutnya masih terbuka,” kata Hari Wijaya.
Editor | : | Gatot Susetyo |
Sumber | : | - |
Komentar