orang dewasa yang terobsesi olah raga apapun dapat merusak hubungan mereka. Bila memiliki anak, obsesi tersebut justru dapat membuat anak-anak menghindari olah raga.
Sandra Sims, Ph.D., seorang associate professor of human studies di UAB School of Education, mengatakan bahwa orang tua secara tidak sengaja mengambil rasa sukacita dari permainan anak-anak, menjadi terlalu bersemangat ingin meningkatkan kemampuan anak-anaknya.
"Atlet-atlet muda memiliki dua kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu butuh merasa berharga dan butuh bersenang-senang," jelas Sims, yang juga seorang guru sekolah menengah-atas dan pelatih olah raga selama 20 tahun.
"Ketika olah raga tak lagi menyenangkan, jika anak merasa olah raga lebih menyerupai kewajiban, mereka akan berhenti," katanya.
Sementara itu, Josh Klapow, Ph.D., seorang associate professor di School of Public Health, menambahkan bahwa 'niat baik' orang tua untuk mengarahkan anak-anak justru malah menghalangi perkembangan persepsi anak terhadap olah raga.
"Konflik muncul ketika kita tak dapat membedakan antara apa yang kita inginkan untuk anak-anak dengan apa yang kita inginkan untuk diri kita sendiri di masa lalu," jelas Klapow.
"Ketika batas-batas itu menjadi kabur, di situlah problem mulai timbul."
Klapow juga mencatat bahwa olah raga dapat menjadi awal masalah dalam kehidupan orang dewasa, baik yang memiliki anak maupun yang tidak. Terlebih lagi bila olah raga menyebabkan mereka absen pada pertemuan penting keluarga atau mengarah kepada kekerasan.
"Dengarkan orang-orang di sekitar Anda," sarannya. Jika keluarga dan teman-teman mengatakan Anda sudah keterlaluan, mulailah mencoba untuk menahan diri.
Klapow lebih jauh menawarkan tip berikut untuk mengelola kecanduan terhadap olah raga:
• Atur batas, misalnya satu kali ikut acara olah raga per pekan.
• Ganti dengan perilaku baru, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman-teman (di luar olah raga).
• Mencari bantuan dari seorang ahli kesehatan mental untuk membantu menjawab kekhawatiran tentang kebiasaan Anda.
Editor | : | Suryo Wahono |
Komentar