lagi terbang ke luar negeri, diboyong pendatang baru tim Yugoslavia. Tetapi, walau panitia mengalaml kerugian ganda, persepakbolaan kita yang haus prestasi masih untung.
Untungnya, tokoh, pembina, pemain sepakbola Sumut termasuk PSSI Yunior bisa menarik pelajaran dari sang juara. Bagaimana tim dari Beograd yang hanya kumpulan pemain-pemain amatir itu memperagakan permainan sepakbola yang sebenarnya.
Tampil sederhana saja, mereka berturut menaklukkan Korsel 3-0, PSSI Yunior 8-0, PSMS Medan 7-0, dan di final kembali memukul Korsel, sang juara bertahan 2-0. Selain itu para wartawan olahraga Medan yang juga terkagum-kagum terhadap permainan mereka, memilih pemain sayapnya Binic Dragisa sebagai pemain terbaik.
Sejak pertama tampil lawan Korsel yang diwakili tim Yonsei University, pengamat sepakbola Medan dan penonton sudah berani mendaulat, Yugoslavia tak akan terhadang. Tanpa terikat pola permainan tertentu, satu hal lagi yang perlu diberi acungan jempol, Binic Dragisa dan kawan-kawan bermain bersih.
Playmaker Dostanic Slobodan atau Vrabag Damir, cukup arif membaca permainan lawan. Di luar gelanggang permainan, pelatih Cabrionic Ivan pun cukup tepat memberi resep cara memecahkan pertahanan lawan atau mempertahankan gawang sendiri.
Permainan panjangnya tidak kaku. Mereka sering membuat variasi dengan permainan pendek menusuk. Dan yang paling mengagumkan, dalam waktu relatif singkat mereka bisa memindahkan permainan dari satu daerah ke daerah lainnya. Bahkan dari satu daerah pemindahan, dengan cepat pula bisa dipindahkan ke daerah semula sehingga lawan dibuat bingung.
Bisa Dihayati
"Kami memang lebih menitikberatkan kepada seni bermain bola, bukan kepada power walaupun power memang sangat perlu," ungkap pelatih Yugoslavia, Cabrionic Ivan. Ia menjabarkan, dengan seni, permainan pasti lebih cepat bisa dihayati. Dan untuk bisa dihayati, para pemain harus diberi motivasi," katanya.
Tetapi, lanjut Cabrionic, hal-hal itu saja tidak cukup. Yang paling penting, kesadaran para pemain sendiri. Berbicara mengenai kesadaran, diakui memang merupakan hal yang sulit. Untuk menumbuhkannya, perlu ditegakkan disiplin secara tim dan pribadi. Itulah kuncinya. Apabila hal-hal tersebut bisa dilakukan, prestasi akan bisa dicapai," ujarnya.
Disiplin secara tim dan pribadi yang disebutkan, memang bukan hanya merupakan hiasan bibir. Para pemain Yugoslavia selama mengikuti turnamen Piala Marah Halim telah memberikan contoh-contohnya. Di penginapan Hotel Garuda Plaza Medan, mereka tidak sembarangan keluar. Latihan pun selalu tepat waktu, plus masing-masing pemain juga tetap berlatih secara sendiri-sendiri.
Bukan Imbang
Di Stadion Teladan ketika turun istirahat lawan Korsel, tak seorang pun pemain berani keluar dari garis lapangan. Bahkan Binic Dragisa yang minta izin untuk mengambil handuk kecil di bangku cadangan, dilarang. Akhirnya handuk tersebut diantaroleh pemain yang lain.
Saat pelatih Cabrionic memberi petunjuk-petunjuk setelah mengoreksi permainan babak pertama, semua pemain tekun dan penuh konsentrasi mengikutinya. Tetapi sang pelatih pun tidak kaku. Ia memberi kesempatan pemain mengkritiknya, membela diri atau memberi saran lain.
"Begitulah cara kami. Disiplin dan kesadaran merupakan kunci. Tim Anda pun bisa menjadi tim yang disegani apabila tetap menjaga disiplin dan tampil dengan motivasi besar ditambah kesadaran," kata Cabrionic, tanpa lupa memuji semangat juang pemain-pemain kita.
Tentang hebatnya Yugoslavia, bisa disimak komentar Penasihat Teknis PSSI Yunior, Bukhard Pape. Menurut dia, Yugoslavia bukanlah imbang tim kita. Kualitasnya 5 sampai 6 tingkat di atas. Dan karena itu pula, walau pagi-pagi telah tersisih, Pape bersama Maryoto dan pasukannya masih bertahan di Medan, mempelajari kebolehan-kebolehan tim dari Negara Eropa Timur itu.
Suara penggemar sepak bola Medan sendiri? "Kapan ya... tim kita bisa seperti mereka," kata seorang di antaranya dalam nada penuh kerinduan. Rindu pada prestasi yang bisa dibanggakan.
(Penulis: Syamin Pardede, Mingguan BOLA Edisi 113, 25 April 1986)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar