pemain yang sama saat mengarungi Piala AFC U-19 amat berisiko. Saat lawan mematikan pemain-pemain kunci, permainan timnas U-19 bakal sulit berkembang.
Kondisi tak mengenakkan tersebut sudah dirasakan Tim Garuda Jaya saat beruji coba melawan Myanmar. Saat otak permainan lini tengah, Evan Dimas, dimatikan, penampilan timnas U-19 melempem. Hasil imbang 2-2 serta kekalahan 1-2 dari Myanmar menjadi bahan evaluasi bagi pelatih Indra Sjafri.
Para pemain pelapis kini diberdayakan untuk mengatasi kebuntuan, saat pemain kunci dimatikan pergerakannya. Rangkaian uji coba Tur Nusantara II dan kemudian diikuti L’Alcudia International Cotif 2014 menjadi momen yang pas untuk menguji kemampuan para pelapis.
Mereka tidak hanya sekadar dijadikan ban serep sebagai pemain pengganti, tapi juga sudah harus mulai diberi kepercayaan bermain sebagai pilar inti. Jika mengacu keseluruhan laga uji coba timnas U-19 sejak bulan Maret silam, beberapa di antara pemain terlihat memiliki potensi sebagai pelapis berharga.
Ambil contoh Paulo Oktavianus Sitanggang. Gelandang kelahiran Deli Serdang, 17 Oktober 1995 tersebut tampil cukup apik sebagai jenderal lapangan tengah pelapis Evan.
Sama seperti Evan, Paulo punya kemampuan skill individual di atas rata-rata. Kemampuannya melakukan passing cukup bagus. Demikian pula kemampuannya menyorongkan umpan atau umpan matang yang memanjakan para penyerang.
Dalam pertandingan kontra Yaman (3-0) pada 23 Mei silam, Paulo diduetkan dengan Evan sebagai gelandang serang. Terlihat alur serangan timnas U-19 lebih bervariasi. Saat pemain lawan mengawal Evan, Paulo muncul sebagai pengalir bola ke sektor depan.
Paulo memiliki kelebihan dari sisi kemampuan bertahan yang relatif lebih baik. Namun, soal naluri mencetak gol, Evan lebih unggul.
“Keduanya memiliki plus-minus. Yang pasti mereka aset berharga di sektor tengah,” tutur Indra.
Editor | : | Eko Widodo |
Sumber | : | Harian BOLA (Penulis: Ario Yosia) |
Komentar