Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sukses PSMS Sukses Jawa Deli

By Caesar Sardi - Selasa, 10 Desember 2013 | 15:00 WIB
Kapten PSMS Sunardi B (Kanan) dan kapten Persib Adeng Hudaya dengan piala masing-masing dan senyuman Menpora Abdul Gafur.
Dok. Tabloid BOLA
Kapten PSMS Sunardi B (Kanan) dan kapten Persib Adeng Hudaya dengan piala masing-masing dan senyuman Menpora Abdul Gafur.

anak PSMS Medan memiliki kedua hal itu lebih dari cukup. Bahkan sebelum final Kompetisi Sabtu lalu, baik pelatih Parlin Siagian, manajer Bawono, maupun Ketua Umum PSMS Syarif Siregar, sepakat melukiskan daya juang dan fanatisme Medan akan mengatasi teknik tinggi Persib. Kenyataannya, PSMS memang menang berkat semangat yang tak kunjung padam dan fanatisme yang tak pernah putus.

Orang lantas bertanya, kenapa bisa begitu, padahal sembilan dari sebelas pemain yang turun membela PSMS adalah "anak-anak dari tanah Jawa?"

Mungkin perlu riset untuk menjawabnya. Namun yang pasti, sejak dulu PSMS memang selalu dibela oleh apa yang disebut sebagai Jadel (Jawa Deli) atau Jakon (Jawa Kontrak). Nama-nama seperti Nobon, Suparjo, atau Wibisono identik dengan sukses PSMS sejak 1970-an.

Agak lucu memang. Medan yang identik dengan Batak dan para pendukung yang mayoritas anak-anak Batak perantauan (bukan transmigran!) membuat barisan A Sing-Sing So untuk anak-anak Jawa. Mereka tak heran tiap PSMS tampil, selalu muncul spanduk bertuliskan bahasa Jawa, seperti yang malam itu terpampang di Stadion Utama Senayan: "Jowo sih Jowo. Ning Mbelo PSMS, Bah."

Pendapat Walikota Padang Sjahrul Udjud tentang fanatisme itu barangkali ada benarnya. "Saya melihat fanatisme yang ada sekarang bukan fanatisme kesukuan," katanya.

Tapi orang masih akan bertanya, kenapa fanatisme anak-anak Jawa yang bermain untuk PSMS sangat luar biasa? "Padahal kalau mereka main untuk bond di Jawa sendiri tidak sehebat itu," ungkap Sutjipto Suntoro, salah satu pemain Jawa yang pernah malang melintang di Pardedetex dan PSMS itu.

Cerita tentang orang-orang kontrakan di perkebunan, mengingatkan kita pada masa penjajahan. Belanda tak segan-segan membawa orang Jawa ke tanah seberang. Salah satu di antaranya ke Sumatera Utara. Maka berkembanglah orang-orang Jawa di bumi Sumatera itu. Akarnya tumbuh kuat, buahnya masih terasa sampai sekarang.

Misalnya Sunardi yang lahir dan besar di Siantar 32 tahun lalu. Atau Nirwanto, pemuda kelahiran 12 Juli 1963 yang malah tak tahu persis kampung asal ayahnya di tanah Jawa. Mereka sebenarnya bukan lagi anak Jawa, karena memang lahir dan besar di Sumatera.

Sebagai anak-anak pendatang, fanatisme mereka malah lebih hebat ketimbang anak-anak Sumut sendiri. Orang lantas bicara tentang adanya status sosial tertentu bagi mereka yang berprestasi dalam sepakbola.

Menurut Sunardi B, waktu ia belum menyepak bola, jam kerjanya bisa mencapai tujuh jam sehari. Tetapi setelah ia kelihatan berbakat, apalagi setelah direkrut PSMS, maka jam kerjanya jauh berkurang. "Ini saya rasakan benar. Bahkan sekarang pimpinan sudah menganggap berlatih sepakbola merupakan kerja lembur," tutur karyawan PTP IX itu.

Sunardi mengakui, bagi rekan-rekan seprofesinya yang tidak bermain sepakbola, kemudahan itu sangat tipis didapat.

"Sangat wajar kalau perlakuan seperti itu diterima Sunardi atau rekan-rekan lainnya. Apa yang telah ia sumbangkan untuk nama daerah Medan dan Sumatera Utara sudah cukup untuk diberi penghargaan," kata Sutjipto.

Setelah memperoleh kemudahan tersebut, Sunardi merasa kian bergairah untuk meningkatkan prestasinya. "Jadi saya benar-benar bertekad terus berprestasi, supaya terus memperoleh kemudahan," tukasnya. Lantaran sepakbola pula ia kini memperoleh
perumahan yang cukup layak.

Itu pula yang mengilhami para orangtua di kebun-kebun. Ramai-ramai mereka memberi peluang dan mendorong semangat anak-anaknya untuk bersepakbola. "Sebab dengan prestasi yang baik di lapangan hijau, derajat keluarga juga ikut terangkat," ujar Sutjipto
seakan-akan ia ahli sosiologi.

Motivasi itulah yang membedakan fanatisme mereka dengan daerah lain. Dan inilah nampaknya yang telah mendorong PSMS meraih gelar demi gelar.

(Penulis: Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA Edisi No. 53, Jumat 1 Maret 1985)


Editor : Caesar Sardi


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X