Sepak bola adalah olah raga yang tak mengenal batasan usia, ras, suku bangsa, maupun status sosial. Segala perbedaan seolah lenyap kala si kulit bundar dimainkan.
Di Indonesia, tepatnya di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, Komunitas Rumah Cemara menunjukkan daya magis sepak bola dalam menembus batasan-batasan sosial.
Rumah Cemara adalah organisasi berbasis komunitas bagi penderita HIV dan mantan pengguna obat terlarang. Mereka memiliki misi untuk membebaskan Indonesia dari stigma negatif dan diskriminasi terhadap penderita HIV.
Guna menjalankan misinya tersebut, Rumah Cemara sangat intens menggunakan media sepak bola untuk mengedukasi masyarakat tentang apa itu HIV/AIDS.
Rumah Cemara mendapati bahwa lewat sepak bola maksud dan tujuan mereka lebih tersampaikan ke khalayak, ketimbang harus repot menggelar seminar yang berkesan kaku dan membosankan.
Tak cuma berkecimpung di ranah lokal, pada 2011 Rumah Cemara bahkan turut mengharumkan nama Indonesia di level Internasional. Organisasi yang berdiri sejak 2003 itu ambil bagian dalam pergelaran Homeless World Cup atau Piala Dunia Tunawisma di Paris, Prancis.
Indonesia yang diwakili Rumah Cemara berhasil menduduki posisi keenam dari total 64 kontestan. Kebanggan bertambah, lantaran mereka juga merengkuh gelar tim pendatang baru terbaik dan pemain terbaik.
Ginan Koesmayadi, salah satu pemain yang tergabung dalam tim Homeless World Cup Rumah Cemara 2011, mengatakan bahwa sepak bola telah menjadi semacam penyelamat hidupnya dari jerat obatan-obatan terlarang.
“Narkoba memacu produksi hormon endorphin, hormon yang juga dikeluarkan kala orang melakukan aktivitas olahraga. Karena itu substitusi paling pas bagi narkoba adalah dengan giat berolahraga. Dengan begitu sugesti dan ketergantungan yang dialami seseorang bakal tereduksi ” kata Ginan, sosok yang merengkuh gelar pemain terbaik Homeless World Cup 2011 itu.
Editor | : | |
Sumber | : | Harian BOLA |
Komentar