1988 di Stadion Utama Senayan. Bahkan Perseman sendiri terlempar ke divisi I dan tempatnya digantikan Persigres Gresik yang promosi ke divisi utama.
Kalau saja ia masih bermain di Perseman, mungkin namanya akan dilupakan orang. Untunglah, Yonas segera mengambil langkah baru. Ia bergabung dengan Pupuk Kaltim di Bontang, klub pendatang baru di Galatama.
Penampilan ayah dari 2 orang anak ini di Pupuk Kaltim, begitu mengagumkan. Sehingga pendatang baru di Galatama itu mampu menjuarai putaran pertama Grup I turnamen Piala Liga Milo IV yang berlangsung di Gresik. Mereka mampu menahan juara kompetisi Galatama, Niac Mitra, lalu mengalahkan tuan rumah Petrogres dan Makassar Utama.
Tadinya orang meragukan kebolehan Yonas cs. Tetapi keraguan itu hilang ketika tim dari Bontang itu maju ke final Piala Surabaya, meskipun kemudian kalah 0-1 dari juara kompetisi divisi utama 1987-1988, Persebaya Surabaya.
Tak Pernah Mimpi
Penampilan Yonas di Gresik dan Surabaya itu membuka mata Bertje Matulapelwa, Sutan Harhara, dan Andi Darussalam Tabussala, pelatih dan manajer tim nasional, untuk merekrut kembali anak Irian ini ke dalam tim nasional.
"Saya tak pernah mimpi jadi pemain Galatama," katanya kepada BOLA sehabis final Piala Surabaya. "Dulu, saya rasanya sulit untuk meninggalkan ayah yang ada di Sorong. Tetapi setelah merasakan nikmatnya sebagai pemain bola, saya benar-benar bisa meninggalkan kota kelahiran saya," katanya sambil tertawa.
Dorongan untuk meninggalkan Sorong makin besar ketika terjadi kemelut di tempat bekerjanya, RRI Sorong. "Ingin rasanya mencari pengalaman di luar Sorong," ujar bekas karyawan RRI bagian teknik ini.
Istrinya, Christina, merasa berat untuk meninggalKan Sorong. "Ia kelihatan murung ketika Johannis Rumpaisum memperkenalkan saya kepada pelatih Pupuk Kaltim asal Irian juga, Timo Kapisa. Namun, ia kemudian mengerti, setelah saya jelaskan semuanya ini demi karir sepak bola saya dan masa depan anak-anak," ujarnya.
Christina, menurut Yonas, hanya mengatakan agar kehadirannya bisa memperbaiki citra Galatama dan menjadi pemain yang potensial. Dan, meskipun sekarang baru calon karyawan, Yonas yakin bahwa dia akan diangkat sebagai pegawai tetap di Pupuk Kaltim, sesuai dengan janji para pimpinan perusahaan negara itu.
Sangat Prihatin
Anak kedua dari keluarga Alfred Sawor dan Johanna Mabruaru ini sangat prihatin terhadap apa yang dialami Perseman sekarang. Dari divisi utama dan pernah masuk final, sekarang terlempar ke divisi I. Perseman merosot setelah ditinggal pelatih asal Inggris, Paul Cumming.
"Perseman sekarang ini memang sangat berbeda bila dibandingkan ketika tampil di final melawan Persib pada musim kompetisi 1985-1986. Andaikata saya masih terus di sana, karir saya tidak akan semulus sekarang," kata gelandang menyerang ini.
Pemain kelahiran Sorong Dom, 3 Juli 1962, merasa penampilannya bisa lebih baik lagi di Galatama. "Di Galatama latihan maupun pertandingan kan lebih banyak," ujarnya.
Mudah-mudahan saja ucapan Yonas itu bisa dibuktikannya di klub maupun dalam tim nasional. Bahwa ia akan menjadi putra Irian terbaik dalam tim nasional dan sebagai generasi penerus rekan-rekan sedaerahnya yang pemah membela panji Indonesia di lapangan hijau.
Yonas, perjalanan memang masih panjang. Kita tunggu apakah anak Sorong ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pemain terbaik di klubnya dan di tim PSSI. Kita tunggu pengagum Diego Maradona ini tampil sebaik orang yang dikaguminya.
(Penulis: Shanty Nicholas, Mingguan BOLA 233, 12 Agustus 1988)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar