PSSI 23 tahun yang berada di grup maut bersama Hallelujah, Middlesex Wanderers, Hongaria mulanya sempat dipandang sebelah mata oleh kalangan tokoh sepakbola di Medan.
Pada partai perdana Turnamen Piala Marah Halim ke-16, tim yang ditangani Sartono, Benny Dollo, dan Suhatman telah membuka mata sekaligus menarik simpati penonton setelah mereka menghajar Hallelujah Korsel, 1-0.
Tampil dengan kostum merah putih, Alexander Saununu, Budiman Yunus, Aries Sainyakit, dan Rachmad Darmawan terus menggoyang pertahanan Hallelujah yang dikordinir Oh Pil Wan.
Tidak heran jika gol kemenangan yang dicetak Iwan Setiawan yang menempati posisi gelandang kiri di menit 14, disambut meriah oleh penonton.
Klub profesional Middlesex Wanderers pun hampir saja dimakan anak-anak PSSI 23 tahun, kalau saja Alexander Saununu tidak gagal memanfaatkan tendangan penalti yang dihadiahkan wasit Kamaluddin (Indonesia). Hukuman itu karena sebelumnya J. Boyle menginjak Alex yang bermain lincah.
Middlesex lebih dulu unggul di menit ke-72, berhasil dikejar dengan semangat juang yang tinggi. Melalul gol Iwan Setiawan di menit ke-82, PSSI 23 tahun menyamakan kedudukan 1-1.
PSMS
Tim tuan rumah yang diwakili PSMS Medan dan PSSI Sumut tampil mengecewakan. PSMS Medan bermain lumayan dengan memaksa draw 0-0 Persebaya Surabaya di hari kedua. Tapi berikutnya harus menelan pil pahit, dibantai Jepang 5-0 di hari keempat, 30 Mei 1988.
Sementara PSSI Sumut yang bermaterikan pemain Medan Jaya, PSDS Deli Serdang, dan PSMS Medan, di hari kedua sudah ditaklukkan Jepang 3-1. Di hari keempat bermain seri 1-1 dengan Persebaya Surabaya. Dengan mengecewakannya penampilan kedua tim tuan rumah, penonton yang datang ke stadion merosot drastis.
"Kita lihatlah perkembangan nantinya," kata Kamaruddin Panggabean dalam nada berat mengomentari menyusutnya penonton. Tokoh yang merupakan pencetus ide turnamen ini dan kini turun sebagai tokoh di belakang layar penyelenggara turnamen, tampak khawatir panitia akan rugi besar.
Hongaria dan Jepang
Dua tim luar negeri yang tampil mengesankan adalah Jepang dan Hongaria. Jepang yang bermaterikan gabungan pemain tiga tim nasional yang dimiliki mereka sekarang, terlalu kuat buat tim dalam negeri.
Pada pertandingannya pertama di hari kedua (28/5) lawan PSSI Sumut, dan di hari keempat (30/5) lawan PSMS Medan, Jepang selalu unggul baik teknis tim maupun perorangan. Hishashi Kurosaki yang menempati posisi kanan dalam selalu menjadi momok bagi lawan-lawannya. Terbukti PSSI Sumut dan PSMS Medan, mereka bantai habis-habisan dengan skor masing-masing 3-1 dan 5-0.
Sementara itu Hongaria yang tampil dengan tim nasional yuniornya, paling tinggi berumur 20 tahun, menampilkan teknik permainan yang enak ditonton. Tak pelak penonton pun memberikan simpatinya kepada mereka.
Klub Middlesex Wanderers mereka kalahkan 2-1. Sementara Korea yang menahan mereka 2-2, lebih disebabkan karena Hongaria belum dapat menyesuaikan diri dengan udara tropis Medan. Terbukti di babak kedua mereka mulai berkembang dan mengejar ketinggalannya dan Korea.
(Penulis: Faisal Pardede, Mingguan BOLA Edisi No. 223, 3 Juni 1988)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar