orang yang menggantungkan hidupnya di Persebaya. Dualisme klub berjulukan Bajul Ijo itu membuat denyut ekonomi keluarga puluhan karyawan Wisma Eri Irianto di Jl. Karanggayam No.1 Surabaya, harus terhenti.
Keruan saja, dari sekitar 19 karyawan Wisma Eri Irianto, kini hanya tersisa tujuh orang. Sebanyak 12 orang lainnya harus mencari rezeki di tempat lain. Mereka tak mau bertahan di Wisma Eri Irianto karena tak ada penghasilan untuk memastikan dapur rumahnya tetap mengepul.
Saat ini, mereka yang bertahan di Wisma Eri Irianto pun dalam kondisi sangat memprihatinkan. Mereka nyaris hanya mengandalkan pekerjaan sampingan ketika ada even yang datangnya tak pasti.
"Kami hanya ambil dari uang parkir sebesar Rp. 25 ribu, atau dari belas kasihan," tutur M. Ali, sekuriti yang sudah mengabdikan dirinya pada Persebaya sejak 1976.
Kondisi ini juga dirasakan karyawan lain. Bahkan, beberapa karyawan harus menggadaikan harta bendanya untuk menutupi kebutuhan lain. Maklum, sejak Persebaya 1927 dicoret keanggotaan PSSI dan tak disertakan dari babak play-off Liga Primer Indonesia (LPI), seluruh karyawan tak lagi menerima gaji utuh karena tak ada aktivitas lagi di mes bersejarah itu.
Tunggakan gaji karyawan Persebaya 1927 cukup beragam. Ada yang belum terima enam bulan gaji, ada pula yang empat bulan gaji. "Meski begitu kami tetap loyal. Hidup-mati kami tetap di sini. Kami yakin pengurus akan membayar sisa gaji kami. Karena terbukti, mereka tetap membayar kami meski belum lunas," ujar Ali.
(riz/yos)
Editor | : | Ario Yosia |
Komentar