Tak seorang pakar sepakbola pun yang meliriknya. Juga tak seorang arsitek lawan yang khawatir akan penampilannya. Dia memang bukan bintang. Tapi 10 Juni 1988 lalu, puluhan ribu penonton di Stadion Dusseldorf dan jutaan pirsawan televisi di seluruh dunia terpaksa menatapnya.
Dialah Roberto Mancini, ujung tombak Italia yang menjadi pembuka gol dalam pesta sepakbola terbesar di daratan Eropa yang dimulai minggu lalu. Mancini nyaris menyurukan harapan tuan rumah lewat golnya itu, kalau saja Andreas Brehme tidak menyamakan kedudukan.
Gol Marcini sendiri dalam penampilan ke-13-nya di tim nasional Italia, sebenarnya berbau keberuntungan. Tetapi kalau tanpa dibekali kemampuan dan kualitas yang tinggi, Mancini pun pasti tak akan mampu menjebolkan gawang Jerbar yang dikawal kiper Eike Immel.
Berawal dari Brehme dan Rolff pemain belakanq Jerbar yang mengkutak-katik bola terlalu lama di daerah pertahanan, sehingga bola melejit keluar dari kontrol, Mancini yang berdiri tak jauh dari tempat itu terlepas pula dari kawalan Guido Buchwald. Dan, libero Jerbar, Matthias Herget, pun tak mampu menutup gerak Mancini yang melesat bagai peluru itu. Maka, Immel yang berada di bawah mistar tak berdaya ketika Mancini menggedornya dengan tendangan keras.
Vialli
Mancini sendiri yang dilahirkan 27 November 1964 itu hadir dalam tim nasional mutlak karena Gianluca Vialli. Calon bintang Italia yang masih belia itu kelihatan sangat serasi berpasangan dengan Mancini di klubnya Sampdoria. Untuk itu Azeglio Vicini, sang manajer tim nasional, lalu merekrutnya.
Kedua pemain asal Sampdoria itu cepat menjadi handal. Keduanya yang memang sangat kompak di klub, memperlihatkan nilai lebih. Sebagai pemain depan, Mancini tidak hanya mampu menyokong Vialli, tapi ia juga mampu menusuk jantung pertahanan lawan. Vialli sendiri menjadi pahlawan Italia lewat gol tunggalnya di gawang Spanyol, Selasa pekan ini.
(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 225, 17 Juni 1988)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar