Tawaran Bayern Leverkusen kepada Josef Masopust untuk menjadi pelatih ditolak dan malah memilih menjadi pelatih PSSI Garuda II. Oleh karena itu Leverkusen lalu mengangkat pelatih Belanda, Rinus Michels, yang konon dibayar 200.000 poundsterling (sekitar Rp 600 juta) per tahun. Berikut hasil wawancara BOLA dengan Josef Masopust.
Kenapa Anda menolak, dan malah memilih untuk melatih PSSI Garuda II?
Bayaran di Leverkusen mungkin memang sangat menarik. Tapi saya tak tahan dengan pressure beratnya. Di sana mereka tahunya hanya menang, menang, menang. Sekali kalah, Anda bisa ditendang. Ini akan menimbulkan stress yang sangat tinggi buat setiap pelatih.
Lain dengan PSSI Garuda. Di sini saya tidak menghadapi stress dan pressure seperti di Eropa. Dan merupakan tantangan yang sangat menarik buat saya diberi kesempatan tiga tahun untuk menyiapkan sebuah tim dengan pemain-pemain muda.
Apa target Anda?
Minimal lolos ke Olimpiade 1992 di Barcelona.
Anda yakin berhasil?
Saya harap begitu.
Bagaimana materi pemain yang ada di PSSI Garuda II itu?
Mereka adalah pemain-pemain muda dengan bakat yang sangat menarik. Disiplinnya tinggi, kondisi fisik prima, dan setelah satu tahun dalam pembinaan Solekan dan kawan-kawannya, mereka ternyata juga sudah cukup matang dalam segi teknis. Yang masih sangat kurang tentu saja pengalaman bertanding.
Tapi Anda pernah mengeluh mengenai postur kiper yang kurang tinggi.
Memang. Sekarang sudah ada tiga kiper, tapi yang tertinggi cuma 173 cm. Saya kira saya memang masih membutuhkan satu dua kiper lain yang lebih tinggi. Juga dua tiga pemain untuk lapangan tengah dan depan.
Anda sudah berani membuat target ke Olimpiade 1992. Apakah Anda sudah tahu kekuatan lawan-lawan kita di Asia?
Memang belum semuanya saya lihat. Optimisme saya lebih berdasar pada besarnya bakat-bakat dalam PSSI Garuda II.
Apa filosofi Anda?
Mencetak gol sebanyak-banyaknya. Ini penting untuk penonton maupun untuk kepentingan tim itu sendiri. Kita memang juga harus bermain untuk penonton, karena mereka pun bagian dari pembinaan sepakbola. Dan kita harus mencetak gol sebanyak-banyaknya tentu bukan hanya supaya penonton senang, tapi lebih penting lagi karena kita harus menang.
Saya masih ingat pada ucapan kawan saya, Puskas, yang amat termasyhur itu. Katanya, kita boleh saja kebobolan tiga gol, tapi kita harus mampu mencetak empat gol. Itulah sebabnya tim Hungaria pada zaman Puskas dijuluki Wonder Team.
Anda menyaksikan beberapa pertandingan dalam turnamen Piala Kemerdekaan IV di Senayan. Bagaimana pandangan Anda tentang PSSI A?
Mereka sebenarnya didukung oleh pemain-pemain yang sangat bagus. Tapi sebagai sebuah tim, permainan mereka sangat tidak efektif. Terlalu banyak bermain di daerah sendiri. Beda sekali dengan tim Cina yang hanya sebentar mengatur serangan, lalu cepat sekali mengalirkan bola ke daerah pertahanan lawan.
Apakah itu tak berarti kelemahan para pemain tengahnya?
Tidak. Ini lebih merupakan gaya permainan tim, bukan kelemahan di lini-lini tertentu. Ricky Yakob itu misalnya. Ia adalah pemain penyerang yang sangat bagus. Pandai sekali mencari posisi untuk mendapatkan jarak tembak. Tembakannya juga bagus, begitu pula sundulan kepalanya. Tapi sering sekali ia seperti bermain sendiri. Jarang ia mendapatkan bola dari rekan-rekannya. Kalau ia bisa menggalang kerjasama lebih bagus dengan Mustaqim, atau pun dengan Alhadad dan Adityo, pasti PSSI A bisa lebih bagus.
Sepakbola adalah permainan tim. PSSI A mungkin punya 13-14 pemain dengan kemampuan individu di atas lumayan, tapi sebagai sebuah tim mereka masih kurang efektif.
Jadi kerjasama tim itulah yang akan Anda jadikan tumpuan pembinaan di PSSI Garuda II?
Ya. Tapi tentu saja dengan lebih dulu mematangkan kemampuan individual mereka. Teknik dasar mereka sudah OK. Tinggal memperbaiki dan meningkatkannya, dan memberi pengalaman bertanding yang sangat mereka butuhkan.
Saya dan dua asisten saya sangat gembira bekerja di sini karena semuanya telah tersedia secara prima. Kerjasama dengan Solekan serta semua ofisial pun bagus sekali. Saya sungguh yakin kami akan berhasil.
(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 235, 26 Agustus 1988)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar