Gila mungkin merupakan kata yang tepat untuk mengungkapkan reli 10.831 km dan terpanjang di dunia ini, yang terbentang antara Paris di benua Eropa dan Dakar di benua hitam Afrika.
Sekitar 500 pereli berkendaraan mobil, truk, dan sepeda motor berpawai 25 Desember lalu dl Paris untuk memulai perjalanan mereka yang penuh bahaya dan tantangan maut itu di alam liar gurun pasir Afrika.
Hampir seluruh peserta mungkin bukan hanya kali ini, di reli ke-11 ini, ikut ambil bagian. Nama-nama seperti Ari Vatanen, sang juara, Jacky Ickx, Patrick Tambay, Cyril Neveu, Pierre Lartigue, sudah sangat dikenal, paling tidak dalam tiga tahun terakhir penyelenggaraan reli yang banyak makan korban ini.
Sejak dimulainya tahun 1979 sampai tahun ini, konon sudah 26 nyawa ditelan reli ganas yang lebih mirip tempat pembantaian manusia ini. Bukan hanya peserta, yang memang langsung berhadapan dengan badai gurun yang sewaktu-waktu mengamuk menelan mangsa, tetapi juga penonton yang sewaktu-waktu diseruduk kendaraan pereli.
Meski begittu, toh tiap tahun Reli Paris-Dakar tak pernah sepi peserta. Mengapa? Tinton Suprapto, pereli nasional kita mengatakan bahwa dengan ikut ambil bagian dalam reli Paris-Dakar, meski tanpa harapan menang, ia sudah puas. Itu pula barangkali yang memotivasi bagian terbesar peserta untuk ikut serta: merasakan sebuah avontur dalam menaklukkan alam.
Dan, bagi perusahaan-perusahaan besar, seperti Peugeot yang menurunkan empat sedan turbo beserta 60 lebih mekaniknya, keunggulan dalam memenangkan reli oleh para perelinya macam Vatanen, tentu menjadi batu loncatan untuk meluaskan pemasaran produknya ke seluruh dunia.
(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Ign. Sunito, Aba Mardjani, Mingguan BOLA Edisi No. 256, 20 Januari 1989)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar