Keadaan fisiknya memang cukup padat. Padahal, dia baru duduk di bangku sekolah dasar kelas lima dan lahir di kota bengawan, Solo, 1 November 1976. Tapi, biar kecil begini, di saat dia memegang kemudi gokart Birelnya dengan mesin Ratax, akan tampak keganasannya.
Itulah Roy Haryanto, yang saat kini masih bersekolah di salah satu sekolah dasar di negara tetangga dekat, Singapura.
Keganasan di atas mesin gokart sebenarnya bukanlah hal yang aneh bagi bocah kecil ini. Karena dia sendiri namanya memang sudah tak asing lagi sebagai anak sulung dari pembalap nasional, Sinyo Haryanto.
"Saya baru mulai kenal gokart sekitar awal Januari. Dan, belajar selain dari ayah sendiri juga dari Robby GS," ucapnya pada BOLA saat ditemui di penginapannya di Pontianak Minggu pekan lalu.
Roy mulai terjun dalam kejurnas gokart Bentoel Kart Race ini sejak seri kedua Maret di Surabaya. Saingan terberatnya dalam kelas yang diikutinya di Rising Star Championships adalah Marsha Ariobimo serta Adri Soetowo. Di seri kedua ini dia memang belum meraih juara, namun kerja kerasnya cukup menyulitkan lawan.
Di seri ketiga, yang baru berlangsung di kota jeruk ini, Roy mampu merebut juara. Tapi, gelar juara itu dianggap agak "kurang bernilai" karena tak hadirnya saingan kuatnya Marsha yang tengah berlibur di Amerika.
"Nanti, kalau dia datang dan ikut di seri IV di Denpasar 27 Agustus, biarlah kita bersaing lagi," ungkapnya mengomentari suara sumbang itu.
Meski bersekolah jauh di negeri orang, tapi untuk ikut seri kejurnas ini bagi Roy tak menjadi masalah. Sebab, kalau harus bertanding, ia hanya membolos Senin saja. Di Singapura hari Sabtu adalah hari libur.
(Penulis: Slamet Hartono, Mingguan BOLA Edisi No. 279, Minggu Kelima Juni 1989)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar