Kelanjutan kasus gaji dan kontrak Salomon Bengondou dkk. tampaknya sulit diselesaikan. Pasalnya, Dirut PT Persipro Bondowoso United (PBU) Saiful Bahri sudah lepas tangan sejak klub asal Probolinggo itu belum menyelesaikan kompetisi Divisi Utama PT LPIS lalu. Bahkan, saat ini Saiful seperti lenyap ditelan bumi.
“Sejak kompetisi belum setengah jalan, Saiful sudah lepas tanggungjawab. Dia menelantarkan begitu saja. Saya juga sulit menghubunginya. Dia selalu ganti nomor ponsel. Padahal dia punya kewajiban menyelesaikan gaji ofisial dan pemain,” tutur Haris Nasution, Ketua Harian Persipro.
Sesuai MoU merger antara Persipro dan Bondowoso United lalu, kata Haris, semua tanggungjawab di tangan Saiful Bahri. Tapi saat klub ditelantarkan, Haris yang terpaksa melanjutkan.
“Bukan hanya pemain, saya dan klub Persipro jadi korban. Apalagi dengan munculnya kasus kematian Salomon. Sejak merger, saya sudah tak cawe-cawe lagi. Saya mau pegang tim lagi karena saya pengurus klub dan ikut membangun Persipro sejak di Divisi Tiga. Tapi bukan berarti saya yang harus menyelesaikan kasus utang tersebut. Jabatan saya sebagai ketua harian Persipro, bukan pengurus di manajemen PBU. Kami punya bukti MoU tersebut,” jelas Haris.
Haris mengungkapkan dirinya pernah memberikan uang masing-masing Rp 10 juta kepada pemain asing, termasuk Salomon, setelah kompetisi berakhir.
“Itu uang pribadi saya sebagai hubungan manusiawi. Mereka beralasan butuh uang untuk beli tiket pulang ke negaranya. Tapi beberapa waktu kemudian, saya tahu mereka masih di Jakarta. Jadi kalau mereka tak pulang, itu bukan urusan saya. Jadi, bila pemain menuntut haknya, seharusnya Saiful yang bertanggungjawab,” kata Haris.
| Editor | : | Gatot Susetyo |
Komentar