Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Seperti yang diceritakan peraih medali emas ganda putra Olimpiade Atlanta 1996, Ricky Soebagdja. Pasangan Rexy Mainaky itu mengaku didekati kalangan atas PAN, PDI Perjuangan, dan juga Nasdem untuk bergabung. Bahkan dengan janji-janji yang menarik, antara lain nomor urut di peringkat atas sehingga jaminan lolos ke Senayan semakin besar. Tetapi, hingga hari ini dan menjelang penutupan DCS pada 9 April nanti, Ricky belum menentukan pilihan.
Hal serupa juga dialami Taufik Hidayat. Meski enggan menyebutkan parpol yang meminang, juara Olimpiade Athena 2004 itu mengaku menolak ajakan untuk menjadi politikus.
"Saya tidak perlu menyebutkan nama parpol. Yang pasti lebih dari tiga. Saya menolak. Saya berpikir jika ingin menjadi caleg harus sekolah dan belajar dulu sehingga nanti sebagai anggota legislatif sudah punya pengetahuan dan kemampuan. Tidak sekadar menjual tampang dan nama untuk menjadi caleg," ujar Taufik.
Apa yang disampaikan Taufik memang benar. Meski punya nama dan reputasi dalam bentuk prestasi olah raga, urusan politik benar-benar berbeda. Para atlet harus memiliki kemampuan dan pengetahuan sehingga tidak hanya dimanfaatkan oleh para politisi lihai yang punya jam terbang tinggi. Salah-salah jika tidak dibekali ilmu dan kematangan dalam memasuki rimba politik di Senayan, bukan tak mungkin para mantan atlet yang masih hijau di dunia politik akan kejeblos karena permainan politik.
Menurut Direktur Riset Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, politik Indonesia masih mengagung-agungkan aspek kemasan dibandingkan dengan substansi yang ada di dalamnya.
"Dalam karakter budaya seperti itu hasil akhir menjadi lebih penting dibandingkan dengan proses yang menopangnya sehingga tak heran jika para selebritis atau orang terkenal, seperti atlet sering dijaring demi orientasi citra ketimbang visi-misi yang ingin diperjuangkan. Oleh karena itu, jangan sekadar dimanfaatkan saja," ujar Yunarto saat dihubungi melalui telepon.