Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Pele, Scolari, Jacksen, dan Indonesia (1)

By Suryo Wahono - Selasa, 23 April 2013 | 17:25 WIB
Luiz Felipe Scolari (Getty Images/Ilustrasi)

Minggu, 16 Juli 1950. Penikmat sepak bola mengingatnya sebagai hari di mana Pele, sang legenda lapangan hijau dari Brasil, berikrar pada ayahnya untuk memenangi Piala Dunia. Kala itu, sang ayah, meratapi kekalahan Brasil pada laga terakhir Piala Dunia di Stadion Maracana.

“Saat itu, saya baru berusia sembilan tahun. Saya melihat ayah menangis saat Brasil gagal meraih trofi Piala Dunia 1950. Saya lantas katakan padanya: Jangan khawatir, Ayah. Saya akan bermain sepak bola dan memenangi Piala Dunia untukmu,” begitu kenang Pele.

Dondinho, ayah Pele, tidak sendirian. Sekitar 51,9 juta warga Brasil saat itu juga ikut meratap. Tragedi Maracanazo, demikian julukan kekalahan mengejutkan atas Uruguay tersebut, menghantui kepala mereka seumur hidup.

***

Tahun depan adalah kali pertama Brasil menjadi tuan rumah Piala Dunia setelah edisi 1950 yang menyesakkan itu. Tersisa 14 bulan bagi Selecao untuk mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin.

Alih-alih optimistis, publik Negeri Samba justru meragukan peluang tim kesayangan mereka. Kekalahan atas Inggris pada awal Februari, sepasang hasil imbang kontra Italia dan Rusia, serta sebiji kemenangan melawan tim lemah Bolivia tidak mencerminkan bagaimana Brasil semestinya bermain.

Sosok yang memimpin Neymar cs. dalam keempat laga tersebut juga menjadi polemik tersendiri. Namanya Luiz Felipe Scolari atau yang biasa dipanggil Felipao.

Memang benar bahwa pria 64 tahun yang mirip dengan aktor Gene Hackman atau karakter Don Vito Corleone, yang diperankan Marlon Brando dalam film The Godfather, ini membawa Selecao meraih penta campeon di Jepang-Korsel 11 tahun silam. Tapi, bal-balan kini jauh berubah dan Scolari terlempar karena tak mengikuti perkembangan taktik.

Rekam jejak kepelatihannya memburuk selepas PD 2002. Portugal gagal dibawa menjadi tim terbaik Eropa, Chelsea tak memperlihatkan penampilan memikat, dan Palmeiras dibuatnya terdegradasi dengan cara bermain yang tak jelas.

Keraguan publik sebenarnya sudah dimulai sejak Scolari terpilih sebagai pelatih timnas pada akhir November tahun lalu. Penunjukannya disebut kental dengan aroma kepentingan Presiden CBF (PSSI-nya Brasil).

Jadi, setelah era Carlos Dunga yang gagal total, Luiz Antonio Venker “Mano” de Menezes diangkat menjadi pelatih timnas dan diserahi tugas merenovasi Selecao. Dunga dicap gagal bukan cuma akibat Brasil tidak menjadi juara di PD 2010, melainkan karena meninggalkan jogo bonito (falsafah bermain dengan indah khas Brasil). Brasil di era Dunga sangat pragmatis, fisikal, dan cuma mengandalkan serangan balik.