Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Carlo Ancelotti Si Suksesor Jose Mourinho

By Eko Widodo - Jumat, 1 November 2013 | 07:00 WIB
Tandem yang kompak antara Carlo Ancelotti dengan Zinedine Zidane. (Getty Images)

Madrid yang seperti tanpa akhir kerap membuat Liga Primera Spanyol disebut kompetisi yang membosankan. Kasta antara Barca-Madrid dengan klub lain terlalu senggang, tidak seperti Premier League Inggris yang terkesan rapat antara satu klub dengan klub lain.

Faktor terbesar yang membuat Madrid berada di atas angin adalah sosok Carlo Ancelotti, yang sukses sebagai pemain maupun sebagai pelatih. Pria Italia ini punya julukan “Raja Gelar” karena bergelimang trofi, dari kompetisi lokal sampai trofi Liga Champion.

Sebagai pemain, Ancelotti merupakan kesayangan bangsa Italia dan klub AC Milan. Lalu ketika berkarier sebagai pelatih, popularitasnya kian melebar sampai ke Inggris karena memberi trofi Premier League pada Chelsea dan Prancis karena membawa PSG juara pada musim lalu.

Kekisruhan di ruang ganti pemain yang begitu kencang saat di tangan Mourinho, kini cenderung dingin di tangan Ancelotti. Don Carlo, begitu dia biasa disapa, bisa membuat pemain nyaman dengan menghilangakan cara bermain pragmatis serta dan menggantinya dengan patron 4-4-2 ala Inggris atau 4-2-3-1.

Selain itu, peran direktur teknis yang dijabat oleh Zinedine Zidane tak bisa diremehkan. Hanya saja, tim besutan Ancelotti punya tekanan tersendiri yaitu ambisi besar meraih “La Decima” alias trofi ke-10 Madrid di Liga Champion. Sampai saat ini, El Real masih tertahan pada koleksi sembilan trofi.

Hal ini ternyata menjadi perhatian sesama koleganya di Italia,  Marcello Lippi. Pelatih gaek yang juga bertangan dingin dan bertabur gelar ini tegas-tegas menjagokan Madrid sebagi kampiun.

“Tapi Madrid harus hati-hati karena juga tengah mengejar status trofi ke-10. Saya tahu Ancelotti dan dia pasti mampu mengatasi hal ini,” kata Lippi.

Berbeda dengan Madrid di mana sosok pelatih menjadi faktor penguat, maka sebaliknya sosok Tata sebagai pelatih Barcelona menjadi faktor pelemah. Padahal, pada awal tugas Tata sudah sukses mempersembahkan Piala Super Spanyol dengan menyingkirkan Atletico Madrid di final.

Namun, sukses itu rupanya belum membuat publik tenang. Satu hal yang pasti, fakta bahwa Tata belum memiliki rekam jejak di kancah kompetisi Eropa menjadi faktor yang mencemaskan.

Termasuk pula soal kehadiran bintang semegah Neymar yang justru menjadi pertanyaan besar pada Tata tentang bagaimana dirinya bisa meracik perpaduan nan indah dengan bintang besar lain dan lebih dulu merajai Barcelona yaitu Lionel Messi.

Sejak Neymar mendarat di Barcelona, para pecinta Blaugrana memang seperti berhati dua. Senang Barcelona bisa menggaet Neymar, tapi juga sekaligus cemas karena memadukan dua bintang besar bukan pekerjaan mudah, bahkan mengandung risiko besar.

Pemain bintang terbiasa punya ego tinggi dan individualistis, sehingga eksistensinya bakal terganggu begitu ada invidu lain yang disetarakan dengan dirinya. Dalam kata lain, hanya ada satu nakhoda pada satu kapal.

Artinya, bila Tata tidak tanggap dengan hal ini jelas akan menghasilkan tim yang tidak kompak dan penuh intrik. Apalagi Barcelona masih kesulitan di sektor belakang alias pertahanan karena belum mendapat bek yang setara dengan Carles Puyol.

Namun, semua hal ini akan ditentukan selama sembilan bulan, sejak Agustus 2013 hingga Mei 2014. Pada rentang masa ini baik Barcelona maupun Madrid sama-sama punya kesempatan menguat atau malah melemah.

Sumber: diolah dari BOLA Vaganza edisi Oktober
Pengolah: Eko Widodo
Penulis Asli: Dedi Rinaldi

Features yang berkaitan: Ketika Sikut Madrid Mengusik Kenyamanan Barcelona

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P