Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Wawancara Sylvano Comvalius, Cuci Mobil demi Sepak Bola

By Kamis, 1 Juni 2017 | 12:03 WIB
Aksi penyerang Bali United, Sylvano Comvalius, saat melawan Madura United dalam laga kandang perdana di ajang Liga 1 di Stadion Ratu Pamellingan Pamekasan, Jawa Timur, Minggu (16/04/2017) sore. (SUCI RAHAYU/JUARA.NET)

 

Anda menyadari jika pemain asing memiliki beban lebih besar dibanding pemain lokal?

Tentu saja. Saya sembilan tahun bermain di luar negeri. Sebagai pemain asing, tentu ada tekanan. Tapi di manapun saya bermain, saya selalu mencetak gol.

Saya bermain di sembilan negara yang berbeda. Saya harus memiliki kualitas. Jika tidak, saya tidak bisa menemukan klub baru. Saya tahu itu tekanan, tapi bagi saya tekanan itu baik, membuat saya bekerja keras dan kuat.

Baca Juga:

Siapa pemain yang paling membantu Anda beradaptasi?

Pemain yang paling membantu saya tentunya adalah Irfan karena kami berbahasa sama. Dia juga membantu saya sebagai penerjemah, tapi tidak hanya Irfan, semua pemain sangat ramah.

Seperti keluarga, adalah hal pertama yang saya lihat di sini. Ini bukan sekadar klub sepak bola. Semuanya di sini sangat ramah dan terbuka pada saya.

Irfan orang yang baik, penolong yang baik, tidak pernah punya masalah untuk menanyai dia sesuatu,dan tidak pernah berperasaan untuk menolak ditanya. Saya pikir semua yang bertemu Irfan mengatakan itu. Ketika kami pergi ke pusat perbelanjaan. Semua ingin berfoto dengan dia.

Dia tidak pernah berkata tidak. Dia selalu menyempatkan waktunya untuk orang-orang. Saya sangat menghormati Irfan karena saya tidak bisa seperti itu. Dia teramat baik hati.


Pemain PSS Sleman, Waluyo (hijau) berebut bola dengan penyerang Bali United, Sylvano Comvalius, dalam laga uji coba di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Minggu (19/3/2017). (GONANG SUSATYO/JUARA.NET)

Ceritakan latar belakang keluarga serta masa kecil dan remaja Anda di Belanda.

Saya besar dan lahir di Amsterdam, Belanda. Saya sangat multikultur. Ayah saya seorang kulit hitam dari Suriname, ibu saya seorang kulit putih dari Amsterdam. Saya punya satu kakak laki-laki dan satu adik perempuan. Kami diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai.

Semua di dunia ini sama, itulah bagaimana saya belajar tentang kehidupan. Sekarang, saya punya seorang putra yang usianya berjalan tujuh tahun. Namanya Milan.

Dia adalah anugerah terbesar dalam hidup saya. Ketika usia saya masih sangat muda, 21 tahun, saya meninggalkan Belanda demi karier sepak bola yang lebih baik.

Saya suka mengembara. Saya gemar mengeksplorasi hal-hal baru. Saya tidak pernah takut. Itulah sebabnya saya pergi ke banyak negara. Saya bekerja keras di Belanda ketika saat awal menjadi pesepak bola.

Saya pernah bermain di klub professional, tetapi tidak mendapatkan kontrak. Di sana tidak ada mes pemain seperti di sini, di mana pemain bisa tinggal dan makan. Ketika bermain di suatu klub dan harus pergi latihan, pemain haruslah memiliki uang.

Dulu, saya juga bekerja sebagai pencuci mobil, menjadi pramuniaga di sebuah toko sepatu ternama, juga pernah bekerja di pusat kebugaran.

Di satu sisi, saya harus tetap menjaga fokus sebagai pesepak bola, tetapi saya juga perlu uang. Saya menunggu kesempatan demi kesempatan dan akhirnya jadilah seperti sekarang karena kekuatan Tuhan. Dia memberikan kesempatan dan saya mengambilnya.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P