Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kebablasan
Cita-cita awal untuk mendongkrak kualitas liga dengan pemain asing ternyata tak terwujud. Pada era Galatama, boleh dibilang pemain asing didatangkan sebagai daya tarik dan mengangkat performa tim.
Klub juga sangat selektif dalam perekrutan pemain. Apalagi, klub hanya boleh mendatangkan dua pemain asing.
“Klub yang terjun langsung dalam pencarian dan perekrutan pemain. Jadi, pelatih tahu benar kualitas pemain asing yang akan direkrut. Dengan batasan dua pemain, pelatih harus mendapatkan yang benarbenar berkualitas,” ujar Muhammad Zein Al Hadad, eks pemain era Galatama.
Dengan hanya memiliki dua pemain asing, klub Galatama tetap mengandalkan pemain lokal.
Tak heran bila pemain lokal masih bisa berkembang. Timnas pun tak pernah menghadapi masalah kekurangan pemain berkualitas.
Al Hadad, yang akrab disapa Mamak, mengukuhkan diri sebagai salah satu striker terbaik pada eranya.
Padahal, dia bermain bersama duo Singapura, kiper David Lee dan striker Fandi Ahmad, di Niac Mitra Surabaya.
“Dengan kualitas yang dimiliki, saya banyak belajar dari pemain asing seperti Fandi Ahmad. Timnas juga tidak pernah kekurangan pemain,” kata Al Haddad, yang pernah membela timnas pada 1986-1989.
Hanya, kesuksesan soal konsep pemain asing itu tak berlanjut di LI hingga kompetisi kasta teratas terakhir. Dalam perkembangannya, jumlah pemain asing malah bertambah kuotanya.
Bila sebelumnya hanya dua pemain, kemudian menjadi tiga dan bahkan sampai empat.
Akibatnya, pemain lokal kehilangan tempat di tim utama.
Baca Juga: Kick-off Era Luis Milla dan Proyek Besar di Zaman Serba Instan
Saat itu, pelatih dibuat pusing karena tidak mungkin menaruh pemain asing yang sudah dibayar mahal oleh klub di bangku cadangan. Buntutnya pemain lokal yang dikorbankan.
“Yang terjadi sepertinya kebablasan. Klub sudah tidak bisa lagi mencari pemain asing karena semua lewat agen. Kuotanya pun bertambah. Akibatnya, timnas mengalami krisis. Kini siapa striker yang bisa dikedepankan setelah era Bambang Pamungkas. Siapa playmaker terbaik Indonesia setelah Firman Utina,” tutur Freddy Muli.
Freddy Mulli pernah merasakan kompetisi saat regulasi pemain asing dihapuskan. Dirinya masih menjadi pemain saat keran tersebut kembali dibuka.
Menurut dia membanjirnya pemain asing membuat pemain lokal kehilangan kesempatan bermain. Apalagi posisi kunci seperti striker, playmaker, dan stoper dikuasai asing. Tak heran bila timnas minim pemain depan.
“Idealnya tiga pemain asing. Lebih baik bila dua saja. Yang penting pemain tersebut sangat berkualitas,” ujar Al Hadad.