Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kalau menemui sesuatu yang berbeda, kita bisa melihatnya dari dua sisi. Jika yang berbeda itu jelek, kita mungkin akan mengatakan, "Memang aneh tuh". Namun, bila sebaliknya, apa yang mau kita katakan?
Penulis: Arief Kurniawan
Bisa jadi kita akan mengatakan, "Beda memang kalau barang bagus". Ini terjadi di F1 tahun 2017, tapi jauh dari saat balapan. Ketika mobil-mobil tim satu per satu diluncurkan, baik secara online maupun seremoni resmi, terbukalah fenomena tersebut.
Dari sebagian besar tim, juara dunia Mercedes yang tidak membiarkan hidungnya terlihat ‘jelek’. Hidung mereka tetap elegan, tak peduli bahwa tim-tim lain memilih jalur berbeda.
Masalahnya, kenapa Mercedes justru berbeda dari kebanyakan tim untuk merancang hidung sasis yang diberi nama F1 W08 itu? Hanya Toro Rosso dengan STR12 yang seirama dengan F1 W08.
Perbedaan ini tampaknya adalah bawaan dari musim 2014, tahun di mana hidung-hidung mobil F1 dibuat rendah dan menonjol ke depan, kebanyakan berbentuk jempol atau ibu jari. Saat itu, Mercedes memilih untuk tidak menampilkan bentuk yang ‘buruk rupa’ tersebut.
Ternyata pilihan itu tepat karena mereka mendominasi musim, bahkan berlanjut hingga tahun lalu dengan hidung yang bertahan bentuknya. Jadi, kalau yang berbeda itu ternyata bagus dan hebat, tentu kita wajib mengakui bahwa rancangan mereka tepat.
Alasan FIA
Sebelum menjawab kenapa Mercedes memilih jalan berbeda, kita lihat dulu alasan FIA kenapa melarang hidung depan dari tadinya tinggi hingga musim 2013 menjadi rendah mulai 2014.
Alasannya, banyak kecelakaan frontal yang terjadi dan merusak hidung mobil. Kecelakaan tersebut memang tidak fatal dan tidak sampai menghadirkan korban jiwa, tapi tetap jadi beban FIA untuk mencari jalan keluar.
Masalahnya, ada dua potensi yang diprediksi FIA bakal menimpa pebalap bila hidung mobil dibiarkan tinggi. Keduanya bila terjadi kecelakaan, tentunya.
Pertama, kaki pebalap bisa ikut terkena dampak bila terjadi tabrakan frontal karena letaknya tak jauh dari hidung dan tak ada peredamnya.
Kedua, selepas terjadinya tabrakan dengan mobil lain di depannya, mobil yang ada di belakang akan terpental dan melintir di udara dan lalu mendarat dengan sangat membahayakan dirinya.
Ini seperti dialami oleh Mark Webber di GP Valencia 2010.
Dua hal inilah yang di antaranya menjadi penyebab FIA mengeluarkan regulasi mobil mesti berhidung rendah sejak 2014. Dengan hidung rendah dan struktur yang bersifat peredam dan pelindung, kaki pebalap mendapat jaminan keamanan lebih.
Dampak dan Solusi Aerodinamika Bicara aerodinamika, ini jelas kerugian besar. Namun, karena sama untuk semua tim, tak ada yang protes dan mereka yang pandai mencari celahlah yang bakal menang.
Dengan hidung tinggi, kolongnya jadi tempat daerah aliran angin atau udara. Udara jadi bebas mengalir ke bagian bawah mobil hingga ke belakang dan tidak menjadi drag atau hambatan.
Nah, karena hidung rendah justru bisa jadi hambatan itulah tim-tim membuat celah di antara hidung mobil, agar udara bisa tetap mengalir. Celah itu menyisakan bagian tengah yang akhirnya berbentuk seperti ibu jari dan ada pula bentuk-bentuk lainnya.
Mercedes, mungkin juga dibantu rasa percaya diri mereka akan kekuatan power unit (mesin) hibrida mereka yang juga baru diberlakukan di musim 2014, punya solusi lain.
Hidung mereka dibiarkan apa adanya, hanya dibuat lubang kecil. Dari lubang itu udara masuk, mengalir di dalam hidung, dan keluar dari bagian atas hidung. Teknologi ini dinamakan S-duct.
S-duct sebenarnya bukan penemuan Mercedes, melainkan Sauber tahun 2012. Hanya, Mercedes-lah tim yang paling mampu memaksimalkan teknologi ini dan kemudian diikuti oleh semua tim setelah itu.
“Mobil Mercedes paling membuat saya terkesan. Mobil itu tampak terlihat dibuat dengan sangat cermat,” ujar Peter Prodromou, Chief Engineer McLaren, tentang sasis terbaru Mercedes.
Kalau dari 2014 hingga 2016 Mercedes tak terkalahkan, kita lihat seberapa dahsyat penciuman prestasi mereka lewat hidung itu kali ini.