Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Namun, mereka bisa melangkah ke semifinal setelah menang melalui perpanjangan waktu di perdelapan final dan via adu penalti di perempat final.
Baru di semifinal Portugal menang dalam waktu normal atas Wales. Peningkatan itu pun tak menaikkan status mereka. Apalagi, lawan di final adalah tim yang menjanjikan sejak awal kompetisi di depan publik mereka, Prancis.
Akhir duel di Stade de France adalah senyum Portugal. Berbeda dari sebelum laga.
Kenangan 10 Tahun Lagi
“Tidak ada yang menjagokan Portugal tampil di final dan juara. The Saints serupa di Piala Liga. Tak ada yang memperkirakan kami tampil di final di Wembley,” sebut Cedric dikutip Daily Echo.
Sang bek berujar tentang keharusan Saints menikmati laga, tapi juga mesti menang karena momen seperti itu tak datang setiap saat.
“Kami hanya harus tampil habis-habisan untuk menang, sebab 10 tahun lagi kami ingin mengenang momen hebat itu dan akan melakukan segalanya untuk kembali dan menang lagi. Perasaan serupa saya alami bersama Portugal. Euro tentu merupakan kompetisi yang lebih besar, tapi Piala Liga tetap trofi yang harus kami perjuangkan,” ucap bek kelahiran Jerman itu.
“Ini adalah sebuah final. Seperti yang sering saya katakan, di final, tim tidak perlu tampil bagus. Tim hanya harus menang. Mentalitas itu yang mesti kami sajikan di laga nanti,” lanjut bek kanan berusia 25 tahun itu.
Seperti Portugal ke Stade de France, perjalanan The Saints ke Wembley tidak mudah. Di semifinal, pasukan Claude Puel menyingkirkan Liverpool melalui dua kemenangan.
Di putaran kelima, Soton mengempaskan Arsenal. Klub dari Hampshire itu juga mesti menghadapi lawan dari Premier League di dua babak sebelumnya, yakni Sunderland di putaran keempat dan Crystal Palace di putaran ketiga.