Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Fandi Eko Utomo, Kubur Impian Jadi Arsitek demi Sepak Bola

By Minggu, 15 Januari 2017 | 09:49 WIB
Pemain Bhayangkara Surabaya United, Fandi Eko Utomo. (SUCI RAHAYU/BOLA/JUARA.NET)

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah klasik ini cocok untuk menggambarkan karier Fandi Eko Utomo di dunia sepak bola.

Penulis: Suci Rahayu/Indra Citra Sena

Fandi lahir dan besar dalam keluarga dengan kultur sepak bola yang begitu kental. Ayahnya, Yusuf Ekodono, tak lain adalah salah satu personel tim nasional Indonesia saat meraih medali emas SEA Games 1991 di Manila, Filipina, sekaligus legenda hidup Persebaya Surabaya.

Takdir seolah mengantarkan Fandi menjadi pemain sepak bola. Ia tercebur dalam dunia yang telah membesarkan nama sang ayah.

“Awalnya sering diajak ke lapangan sama bapak. Lama-kelamaan saya mulai tertarik bermain bola dan bergabung dengan SSB Bina Junior tahun 1998,” kata Fandi kepada BOLA.

Sebelum masuk SSB, masa kecil Fandi layaknya anak-anak lain yang banyak menghabiskan waktu menyepak bola bareng adiknya, Wahyu Subo Seto.

“Sebelum ikut SSB saya sering main bola plastik, biasanya berdua sama adik saya di halaman rumah atau di lapangan voli dekat rumah. Sampai saya sering dimarahi sama tetangga,” ucap Fandi mengenang masa lalu.

Menyandang status putra legenda Persebaya bukan berarti Fandi mendapat kemudahan dalam menjalani karier. Sebaliknya, dia harus bersusah payah merangkak dari level paling bawah sebelum mencapai level profesional seperti saat ini.

“Saya mengawali dari tim junior tahun 2007 ikut Persebaya bersama Andik Vermansah dan para juara Jatim,” kata Fandi.

Dia sempat meninggalkan Surabaya beberapa saat dengan membela Persekap Kota Pasuruan dan menjuarai Piala Soeratin U-18 2008. Setelah itu, Fandi kembali ke Surabaya untuk membela klub Divisi Tiga, Surabaya Muda.

Pada saat yang sama ia juga masuk susunan tim Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Kota Surabaya. Setelah itu ia berlabuh di Persebaya U-21.

Baca Juga:

Namun sayang, benih konflik dualisme di tubuh Persebaya mulai muncul yang membuat Fandi akhirnya memilih hengkang dari klub yang membesarkan ayahnya ini. Ia bergabung ke Persela.

Di tim berjulukan Laskar Joko Tingkir inilah nama Fandi mulai berkibar. Dia menyabet penghargaan Pemain Terbaik ISL U-21 2011. Fandi lantas ditarik untuk menjadi penggawa Persela di level senior.

Debut di Persela adalah awal perjalanan kariernya sebagai pemain profesional.

Fandi bahkan sempat mendapatkan panggilan timnas Indonesia U-23 saat masih di Persebaya pada 2012 serta mentas bersama tim Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Timur di tahun yang sama.

Suasana Baru

Tiga musim membela klub Surabaya (Persebaya dan Bhayangkara FC) membuat Fandi merasa butuh suasana baru sehingga memilih hengkang dan menerima pinangan Madura United. Dia juga berkeinginan memburu gelar juara Liga Super Indonesia (LSI) 2017.

“Tak ada masalah di Bhayangkara FC. Saya cuma ingin suasana baru. Tentu saja juga ingin meraih gelar juara bersama Madura United,” ucapnya.

Selain itu, di Madura United juga banyak pemain senior yang membuatnya lebih yakin untuk bergabung. Keberadaan dua gelandang Madura United, Slamet Nur Cahyo dan Asep, eks rekan setimnya dulu di Persebaya, bak cambuk pribadi buat Fandi.

Dia sama sekali tidak menganggap kedua nama itu sebagai pesaing. “Justru keberadaan Slamet dan Asep bisa membantu saya lebih cepat beradaptasi," ujarnya.

Kehidupan mapan dari pesepak bola juga patut disyukuri Fandi. Ini berarti keputusannya mengubur mimpi menjadi arsitek beberapa tahun lalu terbukti tidak sia-sia.

“Dulu misalnya gagal jadi pesepak bola profesional, mungkin sekarang saya bertitel arsitek. Menurut saya arsitek itu seni, sama seperti bermain sepak bola,” ujar Fandi disertai senyum.

[video]https://video.kompas.com/e/5280320737001_v1_pjuara[/video]

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P