Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Apa kesamaan The Lord of the Rings, Inception, Saving Private Ryan, dan Armageddon? Ya, Anda benar! Keempat film ini melibatkan sekawanan tokoh yang bersatu bersama dan menempuh perjalanan sulit untuk mencapai tujuan tertentu.
Baik mereka berkumpul untuk mengalahkan Sauron, menyelamatkan seorang prajurit, atau menghindarkan bumi dari kematian massal, film-film ini melekat di hati banyak orang.
Secara kolektif, penghasilan box office keempat film ini mencapai hampir 5 miliar US dolar.
Oh iya, tambahkan Star Wars: Rogue One yang baru akan rilis dari deretan film-film tadi. Satu lagi ensemble movie dengan hype besar.
Bergabung di sebuah grup memang tindakan sangat manusiawi.
Studi dari Universitas Richmond mengatakan bahwa hal ini memuaskan keinginan untuk menjadi bagian dari sesuatu lebih besar.
Seseorang juga bisa mencari informasi dan mengerti, melalui komparasi sosial, serta mendefinisikan identitas kita secara sosial dan pribadi.
Bergabung dalam sebuah kelompok juga membantu kita meraih gol-gol yang mungkin tak akan kita dapatkan jika bekerja sendiri.
Hal ini berlaku juga di dunia game. Hampir seluruh game kelas 1 (triple A title) dewasa ini selalu menekankan aspek sosial dan multiplayer.
Tak terkecuali dari mereka adalah game-game shooter yang baru saja dirilis: Battlefield 1 dan Titanfall 2.
Grup-grup dan clan-clan menjamur agar para gamer bisa berbagi informasi dan bermain bersama.
A photo posted by Ben Kasyafani (@benkasyafani) on
Serupa dengan contoh-contoh di atas, saya pun merasakan keseruan bersama grup. Keseruan ini datang bersama Nike Family, para influencer, pacer, dan pelari dari Nike Indonesia pada acara lari di BSD beberapa waktu lalu.
Perbedaan langsung terasa.
Kala berlari solo, saya bisa bebas menentukan langkah lari seperti dalam lari-lari 10k pertama saya.
Apabila letih tinggal berjalan.
Apabila mulai ketinggalan dari orang-orang yang saya tag sebagai marker (saya tak boleh lebih lambat dari pria bertopi itu, misalnya) saya baru menggeber langkah lagi.
Apabila mau selfie, tinggal berhenti (tapi saya tak pernah melakukan ini, sungguh!).
Bagi pelari pemula seperti saya, hal itu sah-sah saja. Namun strategi itu tak membantu ketika bergabung di grup. Saya terlalu sering jalan dan kurang berlari.
Sebenarnya, tiga kilometer pertama saya lewati mengimbangi mereka. Sembari bercanda dan membahas isu-isu terkini soal olahraga, jarak tak terlalu terasa.
A photo posted by Laila Munaf (@lailamunaf) on
Namun, kebiasaan stop and go saya kick in pada kilometer keempat dan seterusnya.
Saya tak dapat mengikuti pace mereka. Pelan-pelan saya jadi backmarker grup tersebut sebelum akhirnya hanya bisa memandangi mereka dari kejauhan.
Yaa, seperti di Inception ketika Leonardo Di Caprio cs masuk kian dalam ke kepala Ken Watanabe sementara saya menjaga lapisan pertama mimpi.
Walau mereka akhirnya menunggui saya di dua water station terakhir(dan kami akhirnya melewati garis finish bersama), pengalaman ini memberi saya pelajaran berharga.
A photo posted by Amelia Callista (@ameliacallista) on
Pace yang konsisten, seperti mereka, akan membawa hasil lebih bagus ketimbang apa yang saya lakukan selama ini.
Saya mengambil hati dari fakta bahwa rekan-rekan lari saya kemarin jauh lebih fit dari saya.
Objektif saya sekarang memang mengecilkan perut dulu, salah satunya dengan tidak makan nasi pada malam hari dan mengurangi gula sebisa mungkin (pada weekdays yaa... weekend adalah cheat days... ha... ha... ha...).
Hal tersebut telah saya lakukan sejak 3 bulan terakhir.
Lagipula, tak ada hasil instan di dunia ini. Frodo Baggins saja perlu waktu tiga film untuk sampai ke Mordor.
Sekian catatan journey saya sebagai pelari semula kali ini. Sampai bertemu di event-event lari berikutnya!