Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sejak ditinggalkan Jose Mourinho musim panas 2010, Internazionale Milano sudah sembilan kali berganti pelatih tetap. Mulai dari Rafael Benitez sampai yang paling gres, Stefano Pioli.
Penulis: Rizki Indra Sofa
Sepanjang periode suram itu, cuma tiga gelar mampir di Giuseppe Meazza: Piala Dunia Klub 2010, Piala Super Italia 2010, dan Coppa Italia 2011.
Rafa memberikan titel PD Klub dan Piala Super Italia. Leonardo, yang melanjutkan pekerjaan usai Rafa dipecat, menghadiahkan gelar Coppa Italia.
Setelah itu, enam pelatih berlalu dan tak ada satu pun yang mampu memberikan trofi lagi buat Inter. Pioli barangkali tidak bakal langsung dituntut memberikan sesuatu, tapi ia juga punya beban yang tak kalah masif.
Pioli ditugasi mengembalikan Inter ke habitatnya, bersaing di papan atas liga. Sang bos paham dengan tuntutan tersebut.
"Saya sangat senang dan bangga. Tak sabar memulai pekerjaan ini. Prioritas saya sekarang mengenal dan bekerja sama dengan semua elemen yang ada di klub ini," kata Pioli dalam sesi interviu perdana seperti dilansir situs resmi klub.
"Kami harus bekerja keras buat mengembalikan Inter ke tempatnya yang paling layak. Inter tak seharusnya berada di posisi saat ini. Saya berambisi membawa Inter kembali sukses dan memainkan permainan menarik," tutur pria berusia 51 tahun tersebut.
Magi Pioli Bukan hanya kemenangan atau posisi papan atas, tapi juga gaya permainan menarik dijanjikan oleh eks arsitek tim Lazio tersebut.
Ia tak asal bicara. Pioli boleh saja bekas pemain bertahan, tapi ia juga bisa membuktikan kemampuannya memanfaatkan dan menyesuaikan diri dengan skuat yang dimiliki.
Lazio 2014/15 barangkali masih menjadi tolok ukur terbaiknya. Pioli membangun fondasi oke bersama Lazio, mengubah mereka menjadi tim atraktif, ofensif, dengan torehan gol musim akhir berada di angka 71 gol, rekor terbanyak mereka di satu dekade terakhir!
Lazio finis di peringkat ketiga, mencicipi play-off Liga Champion edisi berikutnya, meski disingkirkan Bayer Leverkusen.
Sosok gaek seperti Miroslav Klose juga bisa ia hangatkan kembali. Di akhir musim, Klose masih mampu bikin 13 gol.
Ia ditemani personel-personel Lazio lain yang juga bisa menorehkan dua digit gol semodel Felipe Anderson, Marco Parolo, dan Antonio Candreva.
Fan Inter boleh berharap magi yang sama ditularkan Pioli ke anak asuhnya di Inter. Tentu saja bukan hanya dari perpektif individu, tapi tim secara keseluruhan.
Optmisme boleh dilambungkan mengingat Inter relatif punya tren bagus saban berganti pelatih di tengah jalan, terhitung sejak era Mourinho.
Mereka yang menggantikan bos lama di tengah kompetisi biasanya memberikan progres nyata, baik itu dari rataan raihan poin sampai peningkatan posisi.
Leonardo menggantikan Benitez di musim 2010/11. Ia mengatrol posisi Inter dari peringkat ketujuh saat Benitez diberhentikan menjadi posisi kedua saat musim berakhir!
Begitu pula yang dilakukan oleh Andrea Stramaccioni pada 2011/12 dan Roberto Mancini dua musim berselang.