Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pablo Zabaleta menerima dengan lapang dada kekalahan pertama yang dialami timnya, Manchester City, dari Tottenham Hotspur, 2 Oktober lalu di White Hart Lane.
Penulis: Dian Savitri
Menurut kapten City itu, kekalahan tersebut adalah wake-up call, menyadarkan seluruh awak City setelah pembicaraan sejak awal musim hanya seputar invincibility alias menjadi tim yang tak terkalahkan.
Bek asal Argentina itu menyatakan hal positif dari kekalahan 0-2 itu adalah City masih tetap berada di puncak klasemen.
“Kekalahan itu menyadarkan kami. Ketika bermain bagus dan menang, orang akan banyak bicara. Sekarang, semua bisa melihat kami tidaklah tak terkalahkan. Kami tetap manusia dan tidak bermain sempurna di setiap pertandingan. Selalu akan ada tim yang tampil lebih bagus,” kata Zabaleta kepada Manchester Evening News.
Pemain berusia 31 tahun itu juga menganggap bodoh pembicaraan yang menyebut City bisa meniru Arsenal pada musim 2003/2004, di mana klub London itu tak terkalahkan menuju trofi juara Premier League.
“Tidak mungkin bisa memenangi pertandingan saat ini. Kami menang enam kali berturut-turut dan sadar suatu hari akan terputus, terutama di level teratas sepak bola Inggris serta menghadapi klub sebagus Spurs,” kata Zabaleta lagi.
Setelah kalah, bukan berarti Pep Guardiola akan diam saja. Banyak pekerjaan yang harus dilakukannya kelar pertandingan itu.
Kelemahan utama manajer asal Spanyol itu adalah tidak bisa menemukan cara untuk keluar dari yang namanya high press lawan.
Pada pertandingan itu, Spurs memang tidak mengeksploitasi kelemahan bertahan City, melainkan menghentikan kekuatan serangan Manchester Biru itu.