Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kemenangan tipis atas Swansea pada Sabtu (1/10/2016) membuat Liverpool menerobos masuk dalam area empat besar. Fakta tersebut imbasnya ternyata sangat dahsyat. Sudah terdengar suara bahwa The Reds bakal melesat hingga puncak tertinggi.
Penulis: Dedi Rinaldi
Gelandang menyerang Philippe Coutinho misalnya, sudah mengatakan keyakinannya bahwa timnya akan memenangi Premier League.
Coutinho optimistis, di bawah pelatih Jurgen Klopp, Liverpool akan segera menyudahi puasa gelarnya.
Coutinho sudah bergabung dengan Liverpool dari Internazionale Milan sejak Januari 2013. Sudah tiga pelatih yang menanganinya di Anfield, tetapi kejayaan Liverpool sebagai raja Inggris pada era 1990- an belum sekali pun dirasakannya.
“Saya benar-benar ingin mengangkat sebuah trofi untuk klub ini. Saya ingin suatu hari nanti saat melihat ke belakang bisa mengenang bahwa saya telah memenangi trofi hebat untuk Liverpool,” kata Coutinho.
Sebuah niat yang layak diacungi jempol. Untuk itu, Coutinho berjanji akan bekerja keras mewujudkannya.
Terakhir kali Liverpool menjadi juara ialah pada musim 1989/90 atau sudah 25 tahun silam.
Selama masa tersebut, sudah banyak bintang yang masuk dan keluar, dari angkatan Jamie Redknapp dan Steve McManaman sampai era Michael Owen dan Steven Gerrard.
Begitu pula di jajaran pelatih. Setidaknya tujuh manajer hebat sudah dicoba, dari masa Graeme Souness sampai Brendan Rodgers. Namun, kejayaan seperti tetap menjauh dari Liverpool.
Lalu, kini Klopp datang dan kembali menciptakan harapan besar.
Klopp memiliki cara tersendiri agar bisa meraih ambisi besar tersebut. Salah satu cara yang diembuskannya ialah menciptakan persaingan ketat untuk merebut tempat inti di skuat The Reds.
Setelah melakukan pembenahan pemain dengan menjual mereka yang tak diinginkan serta membeli amunisi-amunisi baru, Klopp lalu menciptakan persaingan ketat di internal guna merebut tempat inti.
Hal ini bisa menjadi jawaban mengapa striker sekelas Daniel Sturridge, yang musim lalu begitu terlihat misalnya, sekarang justru banyak berperan sebagai pemain pengganti.
Termasuk juga makna dari omongan Coutinho tentang setiap pemain harus bekerja keras.
100 Persen
Klopp memang menuntut pemain memberikan kemampuan dan hatinya untuk Liverpool 100 persen. Bersama Klopp, pemain harus terlibat sepanjang waktu.
Kalau tidak ada pertandingan tengah pekan, maka pemain memiliki waktu sepekan untuk berlatih dan bekerja sama mencoba semua aspek, dari konsentrasi, kesiapan, sampai tingkat intensitas.
Hasilnya cukup terlihat bagus sejauh ini. Apalagi, pada musim 2016/17 sebenarnya Liverpool bisa disebut memenuhi syarat untuk menjadi juara. Setidaknya, tiga hal penting untuk menjadi tim pemenang telah ada pada The Reds.
Tiga hal tersebut ialah materi pemain, pelatih yang kompeten, dan kegairahan atau motivasi untuk menjadi pemenang.
Secara materi, pemain yang ada di Liverpool terbilang lengkap.
Klopp sebagai pelatih juga sosok yang setara dengan Arsene Wenger (Arsenal), Antonio Conte (Chelsea), Jose Mourinho (Manchester United), dan Josep Guardiola (Manchester City).
Semua pelatih itu merupakan sosok yang sudah merasakan menjadi juara.
Klopp pernah merasakan juara Liga Jerman, Wenger (Premier League), Conte (Serie A Italia), Mourinho (Liga Portugal, Premier League, Serie A, dan Liga Spanyol) serta Guardiola (Liga Spanyol dan Liga Jerman) pun begitu.
Dari sisi kegairahan atau motivasi untuk menjadi pemenang juga meningkat deras di kubu Liverpool.
“Saya punya kepercayaan yang besar pada tim ini. Manajer telah mengubah kami. Klopp telah mengubah mentalitas kami,” kata Coutinho.
Rasanya kini tinggal bagaimana Liverpool mampu menjaga konsistensi untuk terus berada dalam performa tinggi.
Jika semua sudah tercapai, tinggal faktor keberuntungan yang akan membantu The Reds untuk kembali ke puncak, seperti asumsi-
asumsi yang telah bertebaran bahwa Liverpool bakal menjadi juara musim 2016/17 ini.