Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Jebolan La Masia Kian Tersingkir di FC Barcelona

By Sabtu, 17 September 2016 | 12:01 WIB
Sergio Busquets tengah mengejar bola dalam pertandingan La Liga melawan Deportivo Alaves di Camp Nou, Barcelona, Spanyol, 10 September 2016. (DAVID RAMOS/GETTY IMAGES)

Kekalahan dari Alaves dalam pergelaran pekan 3 La Liga 2016-2017 menyisakan sederet kisah memilukan. Dimulai lokasi laga yang berlangsung di Camp Nou, lawan yang berlabel tim promosi, hingga semakin tergerusnya perwakilan La Masia, sebutan akrab untuk akademi sepak bola FC Barcelona.

Penulis: Sapto Haryo Rajasa

Barcelona bukan tim yang biasa takluk dari "anak yang baru naik kelas". Terakhir kali mereka tumbang dari tim promosi adalah sewaktu dwigol Nelson Valdes memenangkan Hercules di Camp Nou pada awal musim 2010-11.

Karena itu, wajar apabila jajak pendapat di situs Marca menaruh kekalahan akhir pekan lalu sebagai salah satu yang terburuk sepanjang sejarah klub Catalan tersebut.

“Sayalah yang paling bertanggung jawab atas segala kegagalan yang muncul di lapangan, dan saya bisa menerima semua kritikan. Kami selalu turun dengan pemikiran untuk memenangi setiap laga. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tak mudah untuk memenangi setiap laga di La Liga,” ujar Luis Enrique.

Sang pelatih tak pernah mau menyebut individu saban Barca memenangi pertandingan.

Sebaliknya, ia selalu maju di garis terdepan jika tim yang dibesutnya sejak dua musim silam itu menderita kekalahan.

Kali ini, Enrique mengakui bahwa perombakan besar pada starting XI berpengaruh besar terhadap hasil akhir laga.

“Saya tak mengantisipasi Alaves bakal bermain begitu dalam dengan skema 5-4-1. Perubahan ini (dibandingkan dua laga pertama Alaves) sempat membuat para pemain seperti kesulitan dalam menyatukan visi. Positioning kami begitu buruk, terutama di babak pertama,” kata Enrique.

Mayoritas pandit sepak bola di Spanyol sontak sepakat bahwa kekalahan Barca diakibatkan rotasi yang kebablasan.

Selain menunjuk kiper anyar Jesper Cillessen, Enrique juga memainkan bek Aleix Vidal, Jeremy Mathieu, dan Lucas Digne secara bersamaan.

Di tengah ada Denis Suarez, sedangkan Paco Alcacer diplot sebagai penyuran.

Enrique bukannya pongah karena memainkan hingga enam pelapis. Ia memang tak punya pilihan untuk menerjunkan seluruh pilarnya sejak sepak mula.

Marc-Andre ter Stegen, Andres Iniesta, dan Lionel Messi masih terlilit cedera. Sementara itu, Gerard Pique, Sergi Roberto, Jordi Alba, dan Luis Suarez baru melakoni dua laga dengan menit bermain tinggi bersama timnas masing-masing.

Yang menjadi permasalahan baginya adalah ternyata tim pelapis belum bisa diandalkan untuk memulai sebuah laga.

Boleh jadi, jika rotasi dilakoni di babak kedua, setelah pemain inti mengambil inisiatif gol, seperti yang kerap dilakukannya, hasil akhir bisa saja berujung positif.

Ditambah Alaves yang bermain sangat efektif, baik dalam meredam pergerakan Barca maupun dalam memanfaatkan peluang yang minim, keputusan Enrique untuk merotasi semakin terasa keliru.

Meski begitu, Iniesta mencoba mengambil sisi positif dari kekalahan ini.

"Banyak hal yang justru bisa diambil untuk dianalisis. Ketika kami kalah, pelatih selalu bisa menemukan solusi dan memperbaikinya di laga-laga ke depan,” kata Don Andres di situs klub.

Masuknya Iniesta dan Messi di pertengahan babak kedua tidak hanya krusial guna mengejar defisit satu gol (1-2),  juga penting untuk menyeimbangkan neraca antara pemain impor dan pemain binaan La Masia.

Maklum, pada saat memulai laga kontra Alaves, cuma Sergio Busquets yang mewakili akademi Barca itu.

Denis Suarez dan Aleix Vidal, yang dimainkan sejak start, memang punya "darah" La Masia. Namun, Vidal hanya mentas semusim di sana, sebelum berpindah-pindah akademi. Salah satunya ke Real Madrid. Sementara itu, Denis Suarez diambil dari akademi Manchester City.

Kita harus mundur hingga 14 tahun ke belakang guna menemukan kondisi semodel ini.

Kala itu, dalam leg I semifinal Liga Champions 2001-02 kontra Real Madrid, Carly Rexach selaku pelatih hanya menurunkan Thiago Motta sebagai representasi La Masia.

Padahal, ia memiliki Xavi Hernandez, Sergi Barjuan, Gerard Lopez, Gabri Garcia, Carles Puyol, hingga Pepe Reina.

Alih-alih memainkan legiun lokal miliknya, Rexach justru memilih Fernando Bonano, Michael Reiziger, Abelardo, Frank de Boer, Fabio Rochemback, Philip Cocu, Enrique, Marc Overmars, Patrick Kluivert, dan Javier Saviola.

Tak sampai empat tahun lalu, Barca, di bawah mendiang Tito Vilanova, selama 61 menit menerjunkan pasukan yang seluruhnya berintikan jebolan La Masia.

Dengan materi yang ada saat ini, memang mustahil bagi Enrique untuk memberi porsi mayoritas bagi para cantera.

Terutama dengan kepergian Tiago Alcantara, Pedro Rodriguez, dan Marc Bartra, Cesc Fabregas, serta pensiunnya Xavi, dalam kurun tiga musim terakhir.

Meski begitu, Robert Fernandez, Direktur Olahraga Barca, berani menjamin bahwa dalam 2-3 tahun ke depan bakal muncul permata-permata baru dari Ciudad Esportiva Joan Gamper.

"Kami sama sekali tak kehilangan arah. Kami sudah menyiapkan 2-3 pemain dengan DNA Barca guna mengetuk pintu tim senior," kata Fernandez.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P