Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Mimpi Trofi FC Bayern dari Kebangkitan Franck Ribery

By Sabtu, 10 September 2016 | 10:12 WIB
Pelatih Bayern Muenchen, Carlo Ancelotti pada pertandingan International Champions Cup melawan Real Madrid di MetLife Stadium, East Rutherford, New Jersey, 03 Agustus 2016. (JEFF ZELEVANSKY/GETTY IMAGES)

Start Carlo Ancelotti bersama Bayern Muenchen begitu mulus. Dalam tiga pertandingan resmi bersama Carletto, Die Bayern selalu menang, mengemas 13 gol, dan tak pernah kemasukan!

Penulis: Sem Bagaskara

Pelatih yang menggantikan pos Pep Guardiola per musim 2016-2017 itu berturut-turut mengantar Muenchen menekuk Dortmund (2-0) di Piala Super Jerman, Carl Zeiss Jena (5-0) di DFB Pokal, dan Werder Bremen (6-0) di pekan perdana Bundesliga.

Awalan gemilang itu langsung memancing pujian dari salah satu personel Muenchen yang tengah dirundung cedera, Douglas Costa.

"Saya melihat perbedaan secara jelas di lapangan. Kami bermain agresif dan banyak menekan," kata Costa di Kicker.

Ancelotti meninggalkan formasi 4-1-4-1 warisan Pep dan beralih ke 4-3-3. Carletto juga menghidupkan lagi karier Franck Ribery, yang sempat redup di era kepelatihan Pep.

Ribery, yang selalu mentas sebagai starter dalam tiga laga bersama Ancelotti, tak ragu menyebut pelatih asal Italia itu sebagai hadiah. Karakter Pep yang menuntut bikin Ribery gusar.

Sangat berbeda dari Ancelotti, yang menurutnya begitu mengerti perasaan pemain.

"Saya tak perlu diperintah melakukan ini dan itu. Saya perlu bebas di lapangan. Saya butuh pertemuan empat mata dan tepukan motivasi di punggung,” tutur Ribery.

Tipe pemain seperti Ribery, yang kreatif dan doyan berlama-lama dengan bola, memang sangat cocok dengan Ancelotti.

Ketika mengantar Milan menjuarai Liga Champion pada 2002/03, Carletto bahkan sering memainkan secara bersamaan pemain kreatif seperti Andrea Pirlo, Clarence Seedorf, dan Manuel Rui Costa.

Namun, Ancelotti tak secara tiba-tiba menjadi penyuka pemain bertipe fantasista. Ia didewasakan oleh pengalaman.

Menolak Baggio

Pada periode awal kepelatihannya, tepatnya di Parma (1996- 1998), Ancelotti adalah fanatik skema 4-4-2.

Saking fanatiknya dengan pakem tersebut, Carletto sampai membuang kesempatan meminang salah satu fantasista terbaik Italia, Roberto Baggio.


Aksi penyerang Italia, Roberto Baggio, saat menghadapi Spanyol di babak 16 besr Piala Dunai 1994(SIMON BRUTY/GETTY IMAGES)

Ancelotti menganggap Baggio, yang ingin bermain sebagai penyerang lubang, tak punya tempat dalam taktik 4-4-2 racikannya.

"Melihat kisah itu sekarang, saya merasa gila. Bagaimana bisa Anda menyerah untuk sosok seperti Baggio? Saya waktu itu masih muda dan tak punya keberanian menceburkan diri ke dalam sesuatu yang tak begitu saya pahami," ujar Ancelotti dalam bukunya: Il Mio Albero Di Natale (Pohon Natalku).

Baca Juga:

Ancelotti pun berkembang menjadi pelatih yang fleksibel dan adaptif. Penentuan formasi betulbetul disesuaikan dengan materi yang ia miliki.

Selain Milan 2002/03, Madrid 2013/14 juga layak diapungkan sebagai contoh.

Ancelotti menggeser Angel Di Maria sebagai gelandang demi memberikan ruang di lini serang buat trio BBC (Karim Benzema, Gareth Bale, Cristiano Ronaldo).

Hasilnya tokcer, Madrid menjuarai Liga Champion 2013/14 dan Di Maria tampil sebagai pemain terbaik laga final.

Menilik kisah itu, fan Muenchen kini berharap perlakuan berbeda Ancelotti terhadap Ribery juga bisa berefek kepada hadirnya trofi. 

[video]https://video.kompas.com/e/5116593851001_v1_pjuara[/video]

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P