Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Bukti Sepak Bola Indonesia (Masih) Kuno

By Selasa, 6 September 2016 | 15:07 WIB
Para pengantre tiket laga timnas Indonesia kontra Malaysia memainkan ponsel pintar mereka untuk membunuh bosan menunggu boks penjualan karcis laga itu buka di Stadion Manahan, Solo, Selasa (6/9/2016). (ESTU SANTOSO/JUARA.net)

pan asan demi mendapat tiket menonton langsung Boaz Solossa dkk.

Kesabaran para penonton itu terlihat di sejumlah titik penjualan tiket di Stadion Manahan, Solo pada Selasa (6/9/2016) siang.

Pada pukul 14.00 WIB atau tujuh jam sebelum kick-off laga Indonesia kontra Malaysia, boks penjualan tiket masih tutup.Padahal, antrean calon pembeli sudah menggular sepanjang lebih dari 200 meter.

Kabarnya, boks penjualan tiket baru buka pukul 15.00 WIB. 

"Wartawan, tolong bilang ke panpel (panitia pelaksana), tiket pertandingan dijual atau tidak,”

Pendukung Timnas Indonesia di Stadion Manahan

Antrean itu itu terjadi disemua titik penjualan tiket di sekitaran Stadion Manahan. Beberapa penonton bahkan berteriak ketika sejumlah awak media datang meliput.

”Wartawan, tolong bilang ke panpel (panitia pelaksana), tiket pertandingan dijual atau tidak,” teriak salah satu orang yang disambut tertawa beberapa pengantre di sekitarnya.

Panpel pertandingan sepak bola di Indonesia pun seolah tak pernah belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Tak hanya satu pihak yang salah dengan hal ini, tetapi semua yang terkait tak maju.


Para pengantre tiket laga timnas Indonesia kontra Malaysia rela berpanas-panasan saat menunggu boks penjualan karcis laga itu buka di Stadion Manahan, Solo, Selasa (6/9/2016). (ESTU SANTOSO/JUARA.net)

Mereka masih menerapkan pola penjualan manual dengan cara membuka boks tiket yang tak efektif lagi. Ketika semua bergerak ke dunia maya atau on-line, penjualan tiket timnas masih dengan cara kuno.

Kejadian seperti ini sebenarnya tak hanya terjadi di Solo sekarang. Tetapi, hal serupa juga mulai terjadi sejak jauh-jauh hari dimana pada masa itu internet sudah jadi barang murah.

Baca juga:

Melonggok ke belakang pada Piala Asia 2007, salah satu tiket boks di Stadion Gelora Bung Karno (SUGBK) dibakar karena antrean yang tak kunjung dapat kepastian tiket.

Setelah itu, ricuh penjualan tiket juga terjadi pada Piala AFF 2010 dan SEA Games 2011 yang semua dilaksanakan di SUGBK. Artinya, semua pemangku sepak bola negeri ini masih kuno dalam melakukan hal-hal serupa.

Padahal, jika pepatah mengatakan pembeli itu raja, di sepak bola disamakan bahwa penonton itu adalah raja. Padahal jika tiket dijual secara on-line, penoton tak akan keberatan dan tingkat praktek percaloan minim.

Apalagi, semua pengantre di sekitaran Stadion Manahan terlihat mayoritas mengoperasikan telepon genggam pintar. Artinya, mereka siap untuk membeli tiket dengan cara yang modern dan manusiawi.

[video]https://video.kompas.com/e/5113599030001_v1_pjuara[/video]

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P