Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Nama Persegres Gresik United (PGU) tak bisa dilepaskan dari Petrokimia Putra Gresik (Galatama) dan Persegres (Perserikatan). Publik sepak bola Gresik kala dua liga itu digelar lebih condong ke Persegres yang bermain di Divisi Utama dibanding Petrokimia yang berlabel semiprofesional.
Penulis: Ferry Tri Adi/Sahlul Fahmi
Sebagian pemain Petrokimia angkatan pertama (1988/99) juga merupakan “alumni” Persegres.
Singkat cerita, memasuki era Liga Indonesia (LI), dukungan publik terhadap klub sepak bola yang ada di Gresik terbelah. Petrokimia dan Persegres sama-sama tampil di LI.
Musim perdana LI, Petrokimia langsung menarik perhatian dengan menjadi runner-up liga setelah dikalahkan Persib di final, sementara Persegres tercecer di peringkat ke-14 Wilayah Timur.
Musim berikutnya, 1995-1996, Persegres terdegradasi dari LI, sementara Petrokimia bertahan di papan tengah klasemen.
Sejak Persegres mengalami relegasi itu, mereka tak pernah sampai kompetisi kasta teratas di Tanah Air hingga Liga Super Indonesia 2011/12.
Nama mereka pun seakan hilang ditelan bumi dari benak publik Gresik.
Ultras Gresik, yang saat ini fanatik mendukung PGU, pun sempat satu suara mendukung Petrokimia sejak pendiriannya pada akhir 1999.
Mereka juga menjadi saksi bagaimana Petrokimia menjadi juara LI 2002 setelah di final menaklukkan Persita Tangerang 2-1.
Cobaan berat menimpa masyarakat sepak bola Gresik setelah musim juara itu. Performa Petrokimia bisa dibilang buruk. Pada LI 2003, mereka terdegradasi. Ultras Gresik sempat dibuat semringah sesaat setelah pada LI 2004 Petrokimia kembali promosi.
Euforia tersebut hanya sesaat. Petrokimia kembali terdegradasi setelah hanya menghuni peringkat ke-14 Wilayah Timur pada LI 2005.
Seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, Petrokimia juga dilanda masalah finansial.
Publik si kulit bulat Gresik dan Ultras Gresik memutar otak agar sepak bola di salah satu kabupaten di Jawa Timur itu tetap hidup. Beragam jalan sudah ditempuh yang akhirnya melahirkan Gresik United sebagai pengganti Petrokimia Putra dan Persegres.
Poin dari Raksasa
Kiprah PGU sendiri boleh dibilang tak mentereng, tapi kerap menjadi batu sandungan tim-tim besar.
Di LSI misalnya, mereka bisa menaklukkan tim sekelas Arema (2-0), Persib (2-0), Persipura (2-1) dan Persija (2-0) di kandang pada musim perdananya berlaga di kompetisi kasta tertinggi (peringkat 15 musim 2011/12).
Di TSC 2016, memang terlalu berlebihan menyebut PGU sebagai tim pembunuh raksasa. Namun, poin penuh Agus Indra dkk. banyak diraih dari tim raksasa.
Sebelum tumbang di 3-5 di Balikpapan pada medio pekan ini, Ultras Gresik bergairah setelah melihat tim kesayangannya menang atas Persib 2-1 di kandang.
Seiring meningkatnya performa PGU, Stadion Tri Dharma mulai terisi penuh. Padahal, sebelumnya kandang Persegres hanya berisi sekitar seperempat saja.
“Persegres sekarang berbeda dengan sebelumnya. Saya menciptakan pemain-pemain yang punya mental bertanding yang tinggi,” ucap Liestiadi, pelatih PGU.
Perlu diketahui juga, Persib merupakan salah satu tim yang sulit menang di kandang Persegres sejak tim yang identik dengan warna kuning itu bermain di LSI.
Pada LSI 2013, Maung Bandung juga takluk 1-2. Sementara tim berikutnya ialah Persija (kalah 1-0 pada LSI 2013).
Sejauh ini, PGU sudah mengoleksi 11 poin dari tiga kali menang, dua seri, dan tiga kalah. Satu kemenangan diraih juga dari lawan berat, Sriwijaya FC.
Laskar Wong Kito kalah 1-2 di Stadion Tri Dharma. Sebelumnya, Sriwijaya juga pernah takluk di kandang PGU 3-0 di LSI 2014.
“Prinsip saya, tak ada tim yang tak bisa dikalahkan,” begitu kata sang pelatih menyikapi timnya sebagai pembunuh raksasa.
[video]https://video.kompas.com/e/5014528201001_v1_pjuara[/video]