Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Istora Tak Lagi Ramah bagi Pemain Tuan Rumah

By Diya Farida Purnawangsuni - Sabtu, 4 Juni 2016 | 22:07 WIB
Pebulu tangkis tunggal putra, Ihsan Maulana Mustofa, terjatuh saat berupaya mengembalikan kok dari lawannya, Lee Chong Wei (Malaysia), yang ditemui pada babak semifinal BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016 di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (4/6/2016). (BADMINTON INDONESIA)

Lembaran hitam sejarah terekam pada turnamen BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016 yang berlangsung di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 30 Mei-5 Juni.

Istora tak lagi ramah bagi pemain-pemain tuan rumah. Tahun ini, babak final akan berlangsung tanpa wakil Indonesia.

Pemain tunggal putra, Ihsan Maulana Mustofa, yang menjadi harapan terakhir, gagal melangkah ke babak final setelah dikalahkan unggulan kedua asal Malaysia, Lee Chong Wei, 9-21, 18-21, Sabtu (4/6/2016).

Hasil ini menjadi rapor merah paling buruk yang pernah dibukukan tim Indonesia sepanjang penyelenggaraan Indonesia Open.

Tahun lalu, Indonesia masih punya satu wakil pada babak final, yakni pasangan ganda putri Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii.

"Saya sangat menyayangkan hasil ini karena semula kami (PBSI) menargetkan tiga gelar di Indonesia Open," kata Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Rexy Mainaky.

"Saya pribadi melihat ada beberapa pemain yang kehilangan fokus di sini, tetapi saya belum bisa memastikan kebenarannya. Masih harus didiskusikan terlebih dulu dengan para pelatih, apakah benar seperti itu atau tidak," ujar Rexy.

Sebelum turnamen Indonesia Open bergulir, PBSI menggantungkan harapan juara kepada para pemain ganda, yakni Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan (ganda putra), Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii (ganda putri), dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (ganda campuran).

Namun ketiga pasangan ganda tersebut gagal menunaikan tugas mereka. Ahsan/Hendra, Nitya/Greysia, dan Tontowi/Liliyana kompak tereliminasi pada babak kedua.


Pasangan ganda putri Indonesia, Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii, mengembalikan kok dari pasangan Malaysia, Viivian Kah Mun Hoo/Woon Khe Wei, pada babak kedua BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016 di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016).(GARRY ANDREW LOTULUNG/KOMPAS.COM)

Asa merengkuh titel kemudian bergeser kepada barisan pemain muda yaitu Ihsan, Jonatan Christe, Tiara Rosalia Nuraidah/Rizki Amelia Pradipta, dan Alfian Eko Prasetyo/Annisa Saufika.

Akan tetapi, minimnya pengalaman menjadi batu sandungan terbesar bagi nama-nama tersebut.

Satu per satu wakil Merah Putih berguguran pada babak perempat final, dan hanya menyisakan Ihsan yang berjuang seorang diri pada babak semifinal.

Meski pahit, fakta ini bisa menjadi titik awal prestasi para pemain muda.

Di mata pemain-pemain kelas dunia seperti Lee Chong Wei dan Jan O Jorgensen (Denmark), tiga pemain tunggal putra Indonesia akan punya masa depan cerah.

"Saya melihat gaya main Ihsan seperti Taufik Hidayat, menyerang. Saya yakin dalam dua tahun ke depan dia akan menjadi hebat," tutur Lee mengomentari performa Ihsan.

Baca Juga:

"Dibanding pertandingan melawan Tian Houwei (China) hari ini, pertandingan melawan Jonatan (Christie) kemarin lebih sulit bagi saya," kata Jorgensen.

"Saat bertanding melawan Tian, saya melihat perkembangannya hanya sedikit, tetapi saat bertanding melawan Jonatan, perkembangannya sangat pesat," kata Jorgensen, yang tercatat dua tahun beruntun menjumpai Jonatan pada babak perempat final Indonesia Open.

Indonesia terakhir kali memiliki juara Indonesia Open pada 2013. Kala itu, Ahsan/Hendra menyelamatkan wajah Indonesia dengan mengalahkan Lee Yong-dae/Ko Sung-hyun (Korea Selatan) pada babak final ganda putra.

Indonesia mulai kehilangan taji di Istora pada 2014 dengan hanya meloloskan Ahsan/Hendra ke final.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P