Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Ketika Ranieri Tolak Tiki-Taka

By Anju Christian Silaban - Rabu, 11 Mei 2016 | 06:46 WIB
Manajer Leicester City, Claudio Ranieri, menatap trofi Premier League setelah partai kontra Everton di Stadion King Power, Sabtu (7/5/2016). (ADRIAN DENNIS/AFP)

Manajer Leicester City, Claudio Ranieri, mengaku tidak suka dengan gaya tiki-taka yang mengedepankan penguasaan bola. Sebagai orang Italia, dia pun mengutamakan pertahanan solid.

Preferensi taktik Ranieri tercermin saat dirinya ditunjuk sebagai pelatih Valencia pada 1997. Klub berjulukan Los Che itu merupakan tim non-Italia pertama dalam perjalanan karier Ranieri.

Seperti tim Spanyol pada umumnya, Valencia dituntut memeragakan sepak bola indah. Namun, Ranieri bersikeras dengan gaya dari negara asalnya.

"Di Valencia pada awal 1990-an, mereka meminta saya untuk memainkan tiki-taka. Saya pun mengatakan, Ánda merekrut pelatih yang salah. Saya tidak menyukai penguasaan bola'," kata Ranieri.

"Beberapa pemain kami juga ingin menjadi seperti Rivaldo dan Luis Figo di Barcelona. Namun, saya menjelaskan, 'Kami bisa menghasilkan jumlah tembakan dan umpan silang yang sama dengan mereka'," tutur dia.

Keputusan Ranieri terbukti jitu. Dia membawa Valencia finis di zona empat besar dua musim beruntun. Mereka berhak tampil di kualifikasi Liga Champions.

Baca Juga:

Gaya serupa diulangi Ranieri bersama Leicester City musim ini. Menurut Whoscored, Leicester hanya menempati urutan ke-18 untuk penguasaan bola, yaitu dengan rata-rata 44,7 persen.

Penguasaan bola minimalis coba ditutupi Ranieri dengan agresivitas. Mereka mampu melepaskan 22,8 tackle per partai atau hanya kalah dari Liverpool.

Leicester juga mengandalkan serangan balik. Dengan catatan lima gol, mereka menjadi tim Premier League paling produktif melalui skenario ini.