Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Radja Nainggolan bukanlah satu-satunya pesepak bola berdarah Indonesia di Indonesia. Ada pula Riana Nainggolan yang merupakan saudara kembar dia.
Riana menandatangani kontrak di Olimpico pada musim panas 2014 atau enam bulan setelah Radja bergabung dengan status pinjaman.
Tidak seperti Radja yang menembus tim inti I Giallorossi secara reguler, Riana cuma berstatus sebagai pelapis. Dia masih kalah dari Vanessa Nagni, Claudia Palombi, dan Camilla Labate.
Riana cuma diturunkan sebanyak empat kali pada Serie A 2015-2016, tetapi mampu menyumbang satu gol. Adapun pada musim lalu, dia mencetak dua gol dari 16 partai liga.
Meski tidak menjadi pilihan utama di level klub, pemain berusia 27 tahun ini mampu menarik perhatian pelatih tim nasional wanita, Ives Serneels.
"Kami sudah memantau performa Riana sejak lama. Kepindahan ke Roma merupakan tantangan yang dibutuhkan oleh dia," ucap Serneels seperti dilansir Sporza, 2015.
pic.twitter.com/fQtvo1FEqJ
— Riana Nainggolan (@RianaNainggo) May 20, 2014
Riana pun masuk skuad timnas untuk tiga pertandingan Piala Siprus pada Maret 2015.
Pemanggilan Riana sekaligus melahirkan rekor tersendiri. Sebelumnya, tidak ada dua saudara kembar berbeda kelamin menembus tim nasional Belgia.
Riana turut berterima kasih kepada AS Roma ketika itu. Maklum, Roma merupakan klub luar negeri pertama untuk pemain berusia 27 tahun ini.
"Berkat AS Roma, saya mengalami perkembangan pesat baik dari aspek teknik maupun taktik," tutur Riana seperti dikutip situs resmi klub.
Peran orangtua
Riana dan Radja mendapatkan darah Indonesia dari ayahnya, Marianus Nainggolan. Namun, mereka sempat terpisah dari Marianus selama belasan tahun.
Baru pada Desember 2007, mereka berkumpul kembali. Sang ayah bertolak dari Bali ke Piacenza, domisili Radja ketika itu.
“Kami ditinggal di Belgia ketika masih berusia enam tahun. Ada perasaan kosong dan vakum selama belasan tahun, tetapi kembali terisi setelah tiga pekan bersama," ucap Radja Eka Tanjung dari sepakbolanda.com.
Bagi Riana dan Radja, orangtua memiliki peran penting. Sang ayah kerap mengajak bermain sepak bola sejak mereka berusia empat tahun. Keduanya juga mendapat dorongan dari sang ibu, Lizi Bogaerd, saat Marianus tak ada.
Sayang, Lizi tidak bisa menyaksikan kesuksesan Riana dan Radja. Dia wafat karena kanker pada 2010.
“Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ibu menitipkan saya agar menjaga adik dan semua keluarga. Saya tidak ingin mengecewakan ibu,” tutur Radja.
[video]https://video.kompas.com/e/4854933196001_ackom_pballball[/video]